Blora, Harianjateng.com – Cara melestarikan Barongan Blora Jawa Tengah bisa dilakukan dengan apa saja. Salah satunya dengan menulis buku yang berisi sejarah, jenis, konsep seni, dan dinamika Barongan Blora dari masa ke masa. Kesenian khas Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini sangat dikenal bagi masyarakat Blora dan umumnya di Jawa Tengah. Bagi warga Blora, dari kalangan atas sampai bawah lebih menyukai kesenian Barong atau akrab disebut Barongan Blora.
Hal itu diungkapkan Hamidulloh Ibda Direktur Forum Muda Cendekia (Formaci) Jawa Tengah kepada Harianjateng.com, Sabtu (25/4/2015). Menurut dia, dari segi fisik saja, Barongan Blora lebih simpel daripada Reog Ponorogo. “Kalau terkenalnya memang sudah mendunia Reog, namun unik dan sederhananya lebih merakyat Barongan Blora,” ujar dia. Ke depan, kata dia, rencana saya akan menulis buku Barongan Blora.
Bukti merakyat, kata dia, sudah menjadi hal wajar dan semua warga Blora tahu bahwa tiap ada acara dipastikan ada seni barong. “Bisa saat khitan, mantenan, atau saat acara desa, seperti sedekah bumi,” tukas dia.
Tahun 2009, ujar dia, kan sudah ada deklarasi lebih dari 600 seniman barongan di Blora. “Tiap even pada saat Hari Jadi Blora juga digelar Festival Barong Nusantara di Blora. Ini semakin membuktikan bahwa Blora memang serius dan watak serta karakter budayanya adalah barongan,” ujar penulis buku Demokrasi Setengah Hati tersebut.
Dari data yang saya tahu, kata Ibda, pada tahun 2010 sekitar 454 grup barongan Blora yang terdaftar di Kantor Pariwisata dan Kebudayaan. “Namun informasi terbaru, tahun 2015 ini jumlah Barongan Blora sekitar 1449 grup,” papar dia.
Dukungan Media Massa
Kalau reog, kata dia, memang sudah terkenal, namun sebenarnya dua kesenian ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. “Kalau masalah merakyat, semua merakyat, namun secara nilai ekonomi, harga Reog Ponorogo lebih mahal daripada Barong Blora,” jelas dia.
Semua itu, menurut Hamidulloh Ibda sangat membutuhkan dukungan penuh media massa. “Ya tidak hanya media massa, semua elemen mulai dari pemerintah, seniman dan grup-grup barong harus bersinergi membumikan Barongan Blora sebagai kekayaan yang tak terbeli,” tegas pegiat filologi dari Pascasarjana Unnes tersebut.
Kalau masalah media, kata dia, saat ini kan sudah ada media cetak maupun online di Blora. “Entah itu Suara Merdeka, Koran Pagi Wawasan, Koran Muria, Jawa Pos Radar Bojonegoro, Radar Kudus, Jateng Ekspres, Jateng Pos, atau pun seperti Tabloid Diva, Infoku, juga media online seperti Harianblora.com, Infoblora.com, suarasamin.com dan sebagainya,” beber dia.
Semua media di atas, menurut Hamidulloh Ibda perlu mendukung penuh Barongan Blora agar diakui dunia. “Ini lo Blora punya seni budaya yang khas, unik, menarik dan harus dikampanyekan tiap waktu,” jelas pria tersebut.
Saya kuatir, kata Ibda, kalau nanti Barongan Blora sudah diklaim negara asing atau diduplikasi orang lain, warga Blora baru sadar bahwa nyengkuyungBarongan Blora penting dilakukan. “Maka dari itu, tahun 2015 ini rencananya saya akan membuat Buku Barongan Blora yang akan saya tulis dan saya persembahkan untuk Blora,” pungkas dia. (Red-Harian Jateng/HJ59/Foto: Harian Jateng).