Pernikahan menjadi awal kehidupan rumah tangga. |
Semarang, Harianjateng.com – Hukum memanjakan istri adalah wajib, mengapa? Karena istri adalah tanggung jawab suami. Kebutuhan sandang, pangan dan papan menjadi kewajiban penuh suami terhadap istri. Namun bagi Hamidulloh Ibda, penulis buku Stop Pacaran Ayo Nikah, sebenarnya memanjakan itu wajib, tapi ada batasnya.
“Sejak sang suami sah menjadi kepala keluarga, semua kebutuhan istri dan anak adalah tanggung jawab suami,” beber dia, Senin (27/4/2015) di Semarang. Suami, menurut Ibda adalah kepanjangan dari “semua untuk anak maupun istri”.
Hal itu menurut dia sudah dijelaskan detail dalam buku Stop Pacaran Ayo Nikah yang diterbikan Kalam Nusantara. “Kalau istri itu adalah ingat suami terus dan rajin ibadah,” beber mahasiswa Pascasarjana Unnes itu. (Baca juga: Cara Membuat Mahar Pernikahan Unik Sedunia).
Tak hanya kebutuhan jasmani saja, namun kebutuhan rohani juga harus dipenuhi tanpa kekurangan sedikit pun. “Kunci rumah tangga sakinah mawaddah dan warahmah itu sebenarnya simpel, yang penting kebutuhan dapur dan kasur terpenuhi. Ada pun untuk membangun rumah tangga dengan dinamika sosial, suami istri harus bekerja sama, ya patuh orang tua, ya patuh juga pada mertua. Pasalnya, kalau orang sudah menikah mau tidak mau harus berbakti pada keempat orang tua,” tegas Direktur Utama Forum Muda Cendekia tersebut.
Dalam membina rumah tangga, biasanya terkendala soal ekonomi. “Kalau masalah rezeki memang sudah ada yang mengatur, tapi prinsip berumah tangga itu kan saling melengkapi, bukan hanya menuntut dan menuntut. Bertengkar dan beda pendapat itu soal biasa dan wajar. Tapi semua harus disikapi dengan lembut dan istri harus dimanjakan, anak harus ditingkatkan,” ujar dia.
Manja di sini, menurut Ibda tidak pada membiarkan istri bermewah-mewahan. Namun lebih pada memberikan kebutuhan sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan istri. “Ibarat gelas, harus diberi air yang pas, kalau diberi lebih ya pasti tumpah. Kalau tumpah kan mubazir dan kita justru berdosa. Itu lah prinsip ekonomi Islam,” tukasnya.
Artinya, kata Ibda, memanjakan istri itu perlu untuk membangkitkan semangat hidup, juga untuk menjadikan istri lebih dihargai. “Kalau berlebihan, intinya tak boleh, tapi bukan berarti harus linier dan lauk harus tempe terus kan gak mungkin. Ya sekali-kali lauk ayam atau apa lah gitu, agar suasana lebih bergairah,” jelas pria tersebut.
Antara pendapatan dan pengeluaran, selama ini memang diwajibkan konstan. Tapi menurut Ibda, hal itu juga tidak cocok, sebab, yang penting anak istri tercukupi. “Sedangkan suami kan yang penting kalau sudah tidak kumpul anak-istri kan bisa kembali ke habitatnya, ya makan seadanya, yang penting anak dan istri tercukupi,” papar pria kelahiran Pati tersebut.
Memanjakan istri, menurut Ibda adalah alat untuk menemukan kesederhanaan. Istri jika dimanja, ia akan tahu bagaimana nasib dan kondisi orang yang sederhana. “La daripada hidup sederhana tapi hati dan pikiran ingin mewah-mewahan, nah lebih baik agak dimanja dikit tapi dari situ istri sadar bahwa hidup itu yang penting tahu batas,” pungkas dia. (Red-Harian Jateng/HJ43/Foto: Harian Jateng).