Peringatan Hardiknas 2015 Tak Boleh Seremonial Belaka

0


Sekolah di pinggiran yang masih butuh bantuan.
Semarang, Harianjateng.com – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2015 tak boleh seremonial belaka. Sebab, selama ini peringatan Hardiknas hanya pada tataran kegiatan formal belaka, belum menyentum akar permasalahan pendidikan dan kadang kegiatan dalam rangka Hardiknas gersang substansi dan bias. Hal itu diungkapkan Dian Marta Wijayanti, guru yang juga asesor EGRA USAID Prioritas Jawa Tengah, Kamis (30/4/2015).
Peringatan Hardiknas yang puncaknya pada 2 Mei 2015 nanti, kata dia, jangan sekadar formalitas belaka. “Saya sebagai guru, lebih memaknai Hardiknas itu tiap hari, tidak hanya pada 2 Mei saja,” ujar dia kepada Harian Jateng.
Saat ini, kata dia, banyak orang yang mencari contoh naskah pidato Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas tanggal 2 Mei 2015. “Banyak pula orang download pidato Hardiknas Menteri Pendidikan Anis Baswedan. Padahal intinya bukan pada pidato, namun gerak dan perjuangan nyata memajukan pendidikan,” ujar penulis buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner tersebut. Menurut guru muda tersebut, sudah saatnya Indonesia bangkit dan bangkit dari ketertinggalan.
Saat ini problematika pendidikan tidak hanya soal kurikulum, kata dia, namun intinya soal niat dan perjuangan guru. Sebab, menuru dia, saat ini banyak guru yang setengah hati menjadi guru. “Banyak guru yang bekerja hanya formalitas, belum menjiwai karena mereka belum sepenuhnya benar-benar menjadi guru,” beber dia. (Baca juga; Udinus Akan Gelar Seminar Nasional Integritas Indonesia 2015).
Menjadi guru, kata Dia, haruslah berjiwa revolusioner. “Kalau guru profesional itu hanya amanat UUGD, namun guru revolusioner itu justru derajatnya di atas profesional. Ia komplit, selalu dinanti murid, dan tidak pernah mengutamakan jadi apa, namun berbuat apa,” jelas lulusan terbaik PGSD Unnes tersebut.
Direktur Eksekutif Smarta School Semarang tersebut juga menjelaskan, kemajuan pendidikan itu dimulai dari guru. Siapa saja, kata dia, pasti mengakui bahwa guru adalah faktor utama dalam pendidikan. “Maka saya berharap, peringatan Hardiknas 2015 ini tak sekadar dirayakan dengan upacara, jalan sehat, lomba-lomba saja. Namun lebih pada substansi dan spirit memajukan pendidikan,” tegas dia.
Kepada pemerintah, Dian berharap agar lebih peduli pada sekolah-sekolah pinggiran agar mendapat bantuan. “Saya berharap, sekolah di pelosok-pelosok seperti di Blora, sekolah di Rembang, Brebes, sekolah di wilayah Jateng bisa mendapat bantuan apa saja. Semua bisa disinergikan agar pembangunan pendidikan merata,” harap dia.
Saya yakin, katanya, peringatan Hardikas 2016, peringatan Hardikas 2017, peringatan Hardikas 2018, peringatan Hardikas 2019 bahkan peringatan Hardikas 2020 hanya akan numpang lewat jika para guru tak meluruskan niat menjadi guru. “Guru itu ibarat kaca mata yang bisa membuat mata melihat biru kalau kaca matanya biru. Kalau kaca mata hitam, maka penglihatan pun akan hitam. Itulah pentingnya guru dalam pendidikan,” papar perempuan tersebut. (Red-Harian Jateng/HJ45/Foto: Harian Jateng).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here