Semarang, Harian Jateng – Wacana Sekolah 5 Hari di Jateng harus mantab konsepnya. Sebab, kalau tidak didesain yang bagus, maka akan menjadi bumerang bagi siswa, guru dan juga pemerintah dalam jangka panjang. Hal itu diungkapkan Hakim Alif Nugroho, fungsionaris Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng Bidang Pendidikan, Jumat (15/5/2015). Menurutnya, alasan sekolah lima hari jika hanya ingin meringankan beban belajar siswa juga dinilai lucu. Pasalnya, sekolah lima hari hanya akan mengenakkan para guru, namun akan mengancam siswa.
“Kalau hari Jumat, Sabtu, Minggu itu bisa maksimal di rumah, kami tak masalah, tapi kalau pas Jumat-Sabtu, anak-anak tidak ada bimbingan dari orang tua kan sama saja. Libur tersebut malah dimanfaatkan mereka untuk bermain, nonton televisi bahkan malah main playstation,” ungkap dia.
Sebagai pemuda, katanya, kami setuju-setuju saja kalau wacana ini mantab konsepnya. “Tapi kan harus dikaji mendalam, diskusi para ahli, penelitian para ilmuwan dan pakar. Soalnya kalau sedetik saja anak tak belajar, maka ribuan ilmu akan hilang. Wacana ini jelas harus mempertimbangkan aspek psikologis, psikis dan hak belajar anak, meskipun anak juga memiliki hak bermain,” ungkap dia.
Dia mengatakan, bagi siswa-siswi yang ibunya tidak bekerja memang tidak ada masalah, akan tetapi bagi pelajar yang kedua orang tunya bekerja, kalau sekolahnya hanya lima hari, maka mereka tidak ada yang mengasuh. “Sepertinya wacana ini terlalu politis dan hanya menguntungkan guru dan pihak sekolah saja. Anak-anak terlalu lama belajar juga stres, tapi terlalu membiarkan anak bermain juga tidak baik,” ungkap pria tersebut.
Oleh karena itu, katanya, kami berharap wacana sekolah 5 hari ini dikaji mendalam, dan jangan asal-asalan. “Kita tak perlu menjiplak kebijakan di Jakarta lah, karena Jawa Tengah ini beda dengan Jakarta, dan Jakarta bukan Jawa Tengah. Karakternya beda, kondisi sosial dan ekonomi masyarakatnya beda, begitu pula dengan pelajarnya,” tegas dia.
Kalau pemerintah, dinas pendidikan, guru, kata dia, berani atau ada pendampingan yang nyata saat siswa tak sekolah, kami setuju. “Tapi kalau hanya dibiarkan, ya sama saja membiarkan anak bermain terus. Sebab, anak-anak itu kalau dibiarkan, mereka akan bebas, mereka perlu ketegasan dan aturan tegas. Jadi wacana sekolah 5 hari ini konsepnya harus matang, jelas dan tidak merugikan semua kalangan. Kalau masih asal-asalnya dan dampaknya tetap merugikan, kami pun tak setuju. Tapi kalau dampaknya bagus, konsepnya matang, kami akan mendukung,” pungkas dia. (Red-HJ31/Foto: Harian Jateng).