Semarang, Harian Jateng – Selama ini, guru Sekolah Dasar (SD) dianggap sepele dan bahkan diremehkan. Padahal, menurut penulis buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner, Hamidulloh Ibda, guru SD adalah kunci masa depan Indonesia. “Ya jelas lah, kalau tak ada guru SD mana ada sarjana, magister, doktor dan profesor. Itu sudah teori simpel,” beber dia, Kamis (28/5/2015) di Semarang.
Guru SD, kata Ibda, itu adalah peletak dasar semua hal. Mulai dari ilmu, moral, juga bahasa pada anak-anak. “Salah sedikit saja, maka akan dibawa anak sampai ia dewasa dan tua. Namanya saja pendidikan dasar, jadi kalau dasarnya kuat, ke depan akan kuat,” jelas dia. Maka dari itu, kata dia, guru SD maupun MI di Indonesia harus bangga dengan posisinya.
“Kadang masih ada bahkan banyak guru SD minder ketika bertemu dengan dosen. Padahal dosen disuruh ngajar anak SD pasti kelabakan, pasti ngelu lah mereka kalau ngajar SD,” ujar dia.
Oleh karena itu, sesuai UUGD tahun 2005, guru SD dan MI harus minimal sarjana. “Padahal kalau di luar negeri itu, kebanyakan yang ngajar SD itu kebanyakan doktor dan profesor. Mereka mau mendidik anak-anak SD, karena paling dasar. Tapi di Indonesia kan kebalik,” beber dia.
Dengan kondisi objektif seperti itu, menurut Ibda, nasib dan kesejahteraan guru SD harus ditingkatkan. “Di Finlandia itu, guru SD semua harus S2, kalau di Indonesia kan belum semuanya. Maka, saya berharap pemerintah, kemendikbud, dinas pendidikan untuk lebih sering memberikan beasiswa kepada guru-guru SD berprestasi agar SDM mereka lebih berkualitas dan bisa membelajarkan materi kepada anak-anak SD dengan bagus,” tukas pria tersebut.
Ibarat rumah, Ibda menjelaskan SD adalah fondasinya. “Kalau guru SMP, SMA dan perguruan tinggi kan tinggal meneruskan. Lebih sulit mana mengecat tembok dengan mengecor dan membuat fondasi rumah? Tentu lebih mudah mengecat rumah. Maka sebenarnya tugas dosen itu ya tukang cat,” tutur pemerhati pendidikan tersebut.
Berkali-kali para ahli dan profesor bilang, kata dia, kunci utama majunya pendidikan ya utamanya tetap guru. “Terutama guru SD, sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan, moral dan juga bahasa anak. Kalau saat SD saja anak-anak bahasanya kacau, nanti kalau sudah di SMP dan SMA pasti kacau. Di sinilah letak pentingnya pendidikan dasar bagi anak. Maka sebenarnya jadi guru SD itu tak main-main dan sembarang orang,” beber dia.
Menurut Ibda yang juga Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng tersebut, menjadi guru SD itu sangat istimewa. “Tak perlu ndakik-ndakik lah. Sudah mau jadi guru SD yang benar-benar guru pasti bagus. Dan sebenarnya, revolusi yang sesungguhnya ada di tangan guru SD, jika mau menjalankan spirit Rausyanfikr dari gagasan Ali Syariati atau Ulul Albab, Insan Kamil, Ubermen, dan idiom-idiom lain yang mampu melejitkan spriti guru SD dalam berjuang,” kata dia. (Red-HJ45/Foto: Harian Jateng).