Semarang, Harian Jateng – Ahmad Fauzi menilai Nabi Ibrahim adalah Nabi Kriminal dalam buku yang ia tulis berjudul Tragedi Incest Adam dan Hawa & Nabi Kriminal. Buku tersebut merupakan buku ketiganya yang sangat kontroversial yang ia tulis sendiri. “Saya menulis buku ini bisa dipertanggung jawabkan, dengan menggunakan piranti ilmu pengetahuan,” kata dia kepada Harian Jateng tak lama ini.
Tak hanya dinilai sebagai Nabi Kriminal, dalam buku tersebut, Fauzi juga berargumen bahwa Nabi Ibrahim juga nabi Nabi Delusional dan Nabi Gila. Buku ini tentu menarik menjadi suguhan menarik untuk didiskusikan dari berbagai sudut pandang, Fauzi sendiri pun terbuka kepada siapa saja yang ingin membedah, bahkan membantah substansi dari buku tersebut.
Buku yang ditulis Fauzi tersebut adalah buku yang diterbitkan Gubug Saloka yang sudah dibedah di berbagai tempat. Buku yang tebalnya 162 tersebut sangat menarik dan layak dijadikan referensi para akademisi, ustaz, kiai, mahasiswa, dosen, pemuka agama, filsuf maupun pecinta filsafat. Ada terminologi baru dan kontroversial yang ia tulis, yaitu Nabi Ibrahim adalah Nabi Kriminal.
Nabi Ibrahim adalah Nabi Kriminal
Menurut Fauzi, percobaan penyembelihan Ismail oleh Nabi Ibrahim menunjukkan adanya pengulangan dan simbol balas dendam atas tragedi totemik pada zaman Primal Horde yang diisyaratkan oleh Darwin dan kemudian memengaruhi Freud. Menurut cerita Primal Horde, kata Fauzi, sang ayah berhasil dibunuh sang anak, karena terdapat rasa permusuhan antara sang ayah dan sang ayah karena memperebutkan cinta sang ibu.
“Tragedi ini diperingati dan dihidupkan kembali dalam wujud persembahan totemik yang menjadi salah satu ritual agama totem, yaitu agama yang paling tua dalam sejarah manusia,” jelas Fauzi.
Dalam kisah Ibrahim yang mencoba menyembelihh anaknya (Ismail), kata Fauzi, terjadi kembali peristiwa totemik di atas. Bedanya kini, sang ayah ingin melakukan balas dendam dengan membunuh cara membunuh sang anak, melalui legitimasi pewahyuan, sebagai ganti atas perbuatan sang anak ketika zaman Primal Horde membunuh sang ayah.
Hal yang sama dengan cerita Primal Horde, peristiwa tragedi percobaan sang ayah untuk membunuh sang anak kini diperingati dan dihayati dalam ritus haji, di mana salah satunya terdapat prosesi penyembelihan hewan kurban yang menyimbolkan tragedi penyembelihan Ismail oleh Ibrahim. Berarti, ibadah haji merupakan prasasti yang mengingatkan kita pada sebuah tindakan “kriminal” yang dilakukan oleh seorang nabi, yaitu Nabi Ibrahim.
Setelah kita membuka kedok di balik mimpi ilahiah Nabi Ibrahim, ternyata ada pikiran tersembunyi yang menjadi motif sebenarnya kenapa sampai Ibrahim sampai bermimpi menyembelih anaknya sendiri, yaitu ia terhasut oleh provokasi naluri Oedipus Complex yang mengendap dalam alam bawah sadarnya. Gambaran mimpi Nabi Ibrahim yang menyembelih anaknya sendiri sebenarnya adalah hasil perwujudan rasa permusuhan terselubung terhadap anaknya yang secara tidak ia sadari mengendap dalam alam bawah sadar.
Nabi Ibrahim memusuhi Ismail, karena dalam pikirannya yang tersembunyi terdapat anggapan bahwa Ismail berusaha menyingkirkannya demi memperoleh hak cinta atas ibu Ismail yaitu Siti Hajar. Ada persaingan dan kecemburuan halus antara Nabi Ibrahim dan Ismail untuk memperoleh hak cinta ekslusif atas Hajar.
Nabi Ibrahim Gila
Rasa permusuhan yang diakibatkan dari pesaingan ini, kemudian mengirim pesan dalam bentuk gambaran mimpi berupa Ibrahim menyembelih Ismail, yang ternyata Ibrahim sendiri tidak menyadari bagaimana mimpi tersebut bisa terbentuk, dan dengan naifnya ia justru menganggap mimpinya sebagai wahyu ilahi yang sakral.
Di sinilah letak “kegilaan” Nabi Ibrahim. Ia mengangkat kualitas mimpi yang mengadung akar-akar kekacuan psikis Oedipus Complex menjadi sesuatu yang ilahiah, terang dan bercahaya. Tentu ini merupakan cara berpikir yang berbahaya, sebuah kontradiksi dan anomali yang harusnya disingkirkan, tetapi oleh Ibrahim malah “ditinggikan”.
Harus kita ketahui, bahwa dalam mimpi sebenarnya tidak ada unsur kegaiban dan ketuhanan. Keyakinan yang memandang mimpi memiliki aura ketuhanan dan pengetahuan tentang masa depan, sebenarnya adalah bagian dari citraan pemikiran manusia primitif yang delusional dan imajiner. Akan sangat berbahaya jika agama-agama justru mendasarkan wahyu pada mimpi, karena dengan begitu, agama menjasi institusi yang menyucikan pikiran kacau yang penuh kontradiksi dan anomali.
Agama jenis ini tentu berpotensi menjadi preseden buruk yang memberi contoh bagi motif pengrusakan dan pembunuhan atas iman dan ketuhanan. Telah kita pahami, yang disebut dengan mimpi itu merupakan dinamika alam bawah sadar yang mengandung patologi dan kekacuan psikologis, ia bisa memanipulasi dan mempermainkan kesadaran kita.
Tindakan Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih anaknya sendiri karena merasa diperintahkan dan merupakan bukti kecintaannya pada Tuhan dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Jadi di sinilah, letaknya bahwa Nabi Ibrahim adalah Nabi Kriminal.
Mengapa demikian? Tafsir mimpi Nabi Ibrahim yang delusif telah membunuh kewarasan dan akal sehatnya. Kalau banyak orang menyebut Ibrahim layak mendapat gelar “bapak orang beriman”, tapi bagi Fauzi, Nabi Ibrahim cocok disebut “musuh kemanusiaan”.
(Laporan Buku Harian Jateng/Foto: Gubug Saloka).
