RAKOR: Tim TKPKD di Kendal tak lama ini. |
Kendal, Harian Jateng – Pemerintah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah desak evaluasi program pengentasan kemiskinan. Hal itu dikaji dalam Rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) tak lama ini. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Camat, SKPD terkait, pengusaha dan kelompok peduli kemiskinan.
Wakil Bupati Muh Mustamsikin mengatakan upaya pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri akan tetapi diperlukan kerja sama yang baik dari semua pihak yang terkait.
Sebenarnya setiap SKPD memiliki program pengentasan kemiskinan, hanya saja program tersebut tepat sasaran apa tidak. ”Perlu evaluasi dari masing-masing SKPD,” ungkapnya yang juga sebagai Ketua TKPKD.
Dia menambahkan bahwa kepedulian perusahaan terhadap masalah sosial kemasyarakatan merupakan hal yang penting. Pihaknya meminta perusahaan bisa membantu melalui program CSR. Penyaluran CSR diminta tepat sasaran. ”Saya berharap perusahaan bisa lebih tepat sasaran menyalurkan CSR kepada mereka yang benar-benar membutuhkan,” terangnya.
Kepala Bappeda Kendal, M Toha, menyampaikan bahwa berdasarkan data yang dimiliki Provinsi Jateng, beberapa waktu yang lalu, angka kemiskinan mengalami penurunan kisaran 15 persen. Kabupaten Kendal masih lebih baik dibandingkan provinsi, yakni 12 persen. Namun, data tersebut dinilai kurang valid karena ketidakjujuran responden saat pendataan.
”Pada saat pendataan, terkadang ada yang sebenarnya miskin. Tetapi mengaku tidak butuh bantuan. Demikian sebaliknya, sebenarnya mampu, namun mengaku miskin dan butuh bantuan,” katanya.
Menurutnya, ketidakjujuran responden, bisa membuat pendata salah dalam menginput data, sehingga tidak jarang terjadi orang yang miskin dan layak mendapatkan bantuan, justru tidak tercatat dan sebaliknya.
Muhammad Shofi F. I, selaku Direktur Pengembangan SDM Kalam Institute menilai bahwa pengentasan kemiskinan harus diatasi melalui program yang tepat dan pengawasan yang ketat. Sebenarnya Program PNMP yang pernah ada di masyarakat Kendal merupakan salah satu upaya dalam pengentasan kemiskinan, namun ada beberapa hal yang perlu dievaluasi.
“Setiap desa diberi kesempatan untuk menyusun kegiatan pemberdayaan dan didampingi oleh fasilitator, namun terkadang tidak semua warga miskin terlibat aktif dalam upaya tersebut sehingga banyak program yang tidak berjalan maksimal,” ungkapnya.
Masyarakat di tingkat bawah belum sepenuhnya memahami program pengentasan kemiskinan dari Pemerintah. Mereka cenderung menginginkan bantuan secara “instan” yang tidak ada keberlanjutannya. Padahal bantuan hanya sebatas rangsangan saja, selebihnya adalah upaya masyarakat sendiri dalam meningkatkan perekonomian mereka. Tidak sedikit masyarakat yang masih “bermental miskin” sehingga pendataan kemiskinan kurang sesuai dengan kenyataan.
“Tidak hanya itu, terkadang petugas pendataan hanya bekerja di atas meja tanpa benar-benar melihat kondisi warga miskin secara langsung sehingga sering terjadi perselisihan saat ada bantuan. Pemerintah hendaknya lebih tanggap terhadap permasalahan yang ada di masyarakat seperti ini,” imbuh alumnus IAIN Walisongo tersebut. (Red-HJ49/Foto: FI/Harian Jateng).