Semarang, Harian Jateng – Jamaah Haji Indonesia jangan sampai hilang saat berada di Makkah maupun di Madinah. Sebab, diakui atau tidak, masih banyak jamaah haji yang SDM nya dinilai rendah dan kebanyakan sudah tua-tua dan pikun. Hal itu disampaikan Hamidulloh Ibda, peneliti kajian Islam di Centre for Democracy and Islamic Studies (CDIS) Semarang, Minggu (23/8/2015).
Musim haji pada tahun 1436 H atau tahun 2015 ini memang harus disiapkan matang. “Tak hanya dari KBIH dan pemerintah, namun secara personal harus siap lahir batin,” ujar pria tersebut.
Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci) Jawa Tengah ini juga menegaskan, pemerintah terutama Kementerian Agama (Kemenag) dan KBIH tidak sekadar menyiapkan Rencana Perjalana Haji atau RPH.
“Namun yang paling penting memahamkan secara detail berkaitan hal-hal ibadah haji, mulai dari syarat, rukun, kewajiban, larangan saat haji. Ya meskipun sudah ada di buku manasik, namun saat bimbingan haji harus ditekankan kembali,” papar dia.
Kalau masalah pengalaman dan tidaknya, kata dia, mau dan tidak mau jamaah haji dari Indonesia memang harus bahasa Inggris dan Arab. Menurut Ibda, ini menjadi bekal pokok selain bekal harta, ilmu dan kesehatan.
“Haji bagi saya tidak hanya menggugurkan rukun Islam, namun prinsip haji ya bisa menjadi wahana belajar, belajar menjadi orang suci, belajar sosial, belajar sabar, belajar berkomunikasi dan juga belajar bahasa,” beber dia.
Untuk itu, agar tidak hilang dan jamaah atau kloternya, maka syarat utama menurut Ibda adalah bisa bahasa asing, minimal bahasa Inggris dan Arab. Ibda juga menegaskan, jamaah haji harus update info haji atau semua berita haji baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Apalagi, saat ini semua serba elektronik.
“Misalnya ya, saat keluar dari hotel dan salat arbain di Masjid Nabawi, makanya ya harus ingat dan hafal pintu masuk Masjid Nabawi. Ini kan masalah sepele, tapi kalau jamaah haji yang umurnya tua kan tetap repot, apalagi di sana kan tak hanya puluhan, tapi jutaan orang lo,” tandas dia.
Nah kalau masalah teknis seperti ini, beber dia, maka jamaah haji saat di sana harus aktif berkomunikasi dan penyelenggara juga harus serta peduli pada jamaahnya.
Missal lagi, kata Ibda, kalau keluar dari hotel. “Kan ini harus hafal nama dan nomor kamar hotel, kalau gak hafal, ya pasti hilang lah,” pungkas dia. (Red-HS34/Foto: Harian Jateng).