Zamhuri peneliti Puskindo UMK |
Kudus. Harian Jateng – Pro-kontra kembali muncul mengenai kretek, yakni dengan masuknya kata ‘’kretek tradisional’’ dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan. Tetapi bagi peneliti Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK), Zamhuri, justru melihat itu sebagai ikhtiar mempertahankan budaya kretek melalui RUU Kebudayaan.
Sebab, menurut Zamhuri, secara kajian ilmiah, kretek merupakan produk yang ditemukan oleh orang asli Indonesia dan memenuhi kriteria sebagai warisan budaya.
“Puskindo UMK bersama Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM Yogyakarta, sudah melakukan penelitian serius mengenai kretek di nusantara,” katanya, Jum’at (25/9/2015).
Hasil riset itu, katanya, telah dipublikasikan menjadi buku yang cukup lengkap untuk mengetahui mengenai kretek, mulai dari sejarah penemuannya, aspek ekonomi, hingga konteks budayanya.
“Dari kajian ini, kretek diketahui memenuhi kriteria sebagai warisan budaya tak benda. Maka jika kelompok anti tembakau menolak kata ‘Kretek Tradisional’ masuk dalam RUU Kebudayaan, cenderung dipaksakan dan sebagai upaya mendominasi wacana mengenai kretek dan pertembakauan,” beber dia.
Dia melihat, pro-kontra mengenai kata Kretek Tradisional dalam RUU Kebudayaan, sebagai persoalan politik dan perang wacana melalui produk regulasi.
‘’Ini sesuatu yang lazim dan lumrah, karena regulasi harus mengakomodasi kepentingan berbagai kelompok yang ada,’’ ujarnya.
Hanya saja, ia mengingatkan, bahwa kretek ini telah menyokong berbagai aspek atau sendi kehidupan masyarakat dan bangsa, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, hingga agama. ‘’Maka, masuknya kata ‘Kretek Tradisional’ dalam RUU Kebudayaan ini sangat tepat sebagai upaya untuk mempertahankan budaya kretek,’’ tegasnya.
Zamhuri juga berpandangan, penilaian bahwa kata ”kretek Tradisonal” dalam RUU kebudayaan yang dianggap sebagai faktor determinan dalam RUU Kebudayaan, adalah hal yang wajar, sebagaimana kewajaran munculnya Pasal Tembakau dalam UU Kesehatan.
‘’RUU Kebudayaan ini menjadi semacam strategi kebudayaan kelompok pro kretek sebagai counter wacana terhadap kelompok anti tembakau. Termasuk di dalamnya perdebatan mengenai validasi apakah betul kretek memang sebagaimana stigmatisasi dalam pemahaman tentang tembakau dan kretek yang sudah menjadi produk regulasi,’’ tuturnya.
Sebelumnya, Bidang Industri Agro Kimia dan Hasil Hutan (IAKHH) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Provinsi Jawa Tengah menggelar Focus Grup Discussion (FGD) Blue Print Pembinaan Industri Hasil Tembakau (IHT) Jawa Tengah di Aula Masjid Darul Ilmi Universitas Muria Kudus (UMK), Selasa (22/9/2015), yang antara lain menghadirkan narasumber dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Jawa Tengah.
Agung dari Dinparbud Jawa tengah mengemukakan, bahwa lahirnya kretek di Kudus, bahkan di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari sosok H. Djamhari. Sejarah penemuan hingga berbagai budaya yang terkait dengan kretek, menurutnya, bisa dikembangkan untuk pengembangan pariwisata dan budaya.
“Hanya saja, perlu pengembangan zonasi kawasan IHT dan Kretek sebagai venue atraksi budaya, penguatan klaster pariwisata budaya dan klaster pendukungnya, peningkatan promosi pariwisata melalui event-event rutin budaya, hingga melakukan pembinaan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang pariwisata dan budaya,” tukas dia. (Red-HJ33/Foto:h-umk).