Oleh : Ali Damsuki
Dunia pariwisata mengalami pertumbuhan signifikan, bahkan telah menjadi trend dunia pada akhir-akhir ini. Tempat-tempat yang berpotensi mengundang banyak kunjungan wisatawan dibangun di sana-sini dan didesain sesuai dengan kecenderungan dan kebutuhan hasrat manusia modern. Kondisi ini dibarengi dengan peningkatan konsumsi komoditas wisatawan dan kemajuan di bidang tekhnologi. Bahkan banyak daerah mengandalkan kemajuan pembangunan daerahnya pada sektor pariwisata.
Melihat kondisi tersebut, tentunya objek pariwisata sangatlah menguntungkan demi memajikan bangsa. Akan tetapi, sungguh sangat dilematis, ketika melihat kondisi objek wisata yang hanya terpapar tanpa pengelolaan yang jelas. Padahal, objek wisata memiliki peran penting dalam meningkatkan pendapatan suatu daerah. Selain itu, ia juga menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah ke daerah lainnya. Mengapa apatisme pemerintah daerah terhadap objek wisata begitu tinggi?
Dari tindakan pemerintah daerah yang cenderung apatis terhadap kondisi objek wisata, mengakibatkan kurangnya pendapatan daerah (APBD). Selain itu, kurangnya pengunjung atau wisatawan, baik lokal maupun manca ke Negara khususnya Indonesia. Kondisi tersebut dapat kita lihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun pada Juli 2014 turun 5,94% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 745.500 menjadi 701.200.
Fenomena ini tentu sangat berimplikasi terhadap adanya pergeseran orientasi dan preferensi pasar pada pemilihan produk wisata. Promosi produk wisata semakin mudah ditemukan dengan nuansa baru dan desain the newest yang terus berkompetisi demi memberikan ruang kenyamanan bagi wahana rehat. Akhirnya produk wisata konvensional saat ini mulai banyak ditinggalkan dan beralih kepada produk wisata yang mempunyai nuansa khas yang mengedepankan unsur pengalaman dan profesionalitas, keunikan dan kualitas (uniqueness and quality) servis.
Tentu hal ini membuat kita harus berpikir lebih keras, bagaimana untuk menaikkan angka kunjungan wisatawan yang menjadi komoditas utama dalam memperoleh APBD. Strategi pemasaran dan peningkatan sarana prasarana serta pemeliharaan tempat wisata yang dilakukan oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata harus lebih digenjot. Selain itu, peran pemerintah daerah juga harus bahu- membahu memperbaiki kualitas objek wisata secara universal.
Jika semua tempat wisata yang sudah maksimal penataannya, maka dapat dipastikan tempat tersebut dan mampu bersaing dengan tempat lain seperti di Bali yang tak pernah sunyi akan wisatawan. Dengan begitu, berdampak pemasukan APBD akan mengalami peningkatan. Prospek objek wisata di Indonesia akan memberikan penambahan devisa yang potensial bagi pendapatan Negara. Sehingga, hasil APBD tersebut dapat lagi dikelola untuk membuka lapangan kerja lainnya asalkan APBD tersebut tidak disalah gunakan.
Di samping itu, pengenalan tradisi lokal akan menjadi prioritas yang harus dipersiapkan oleh pemerintah ataupun pihak-pihak yang kompeten dalam mendukung proyek yang mempunyai masa depan bisnis yang cerah ini. Karena sudah jelas, daerah tujuan wisata unggulan (tourism destination) yang kerap menjadi pilihan para wisatawan dewasa ini, tidak bisa dilepaskan dengan potensi alam dengan kekhasan tradisi di daerah masing-masing. Di samping itu, kesiapan pihak-pihak pengelola dan masyarakat setempat, sebagai komponen utama yang menjadi objek wisata, harus benar-benar diperhatikan.Wallahu a’lam bi al-shawaf.
-Penulis adalah Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang.