Ida Purwanti. Foto: dok-pribadi/Harianjateng.com. |
Bagi Ida Purwanti SPdI, mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak bisa biasa-biasa saja, melainkan harus punya strategi khusus saat menghadapi mereka.
“Pengalaman mengajar selama kurang lebih 3 tahun di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Sunan Kudus mengajarkan banyak hal. Dalam ini saya juga masih awam dengan yang namanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),” ungkap Ida kepada Harian Jateng, Minggu (18/10/2015).
Tapi semua itu, menurut Ida bisa terlalui dan justru dari ketidaktahuannya tentang ABK, membuat ia belajar dan akhirnya bisa menghadapi dan memanusiakan ABK sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Perempuan kelahiran Kudus, 2 Desember 1990 tersebut, adalah salah satu guru muda di SDLB Sunan Kudus. Sarjana Pendidikan Islam jebolan PGMI IAIN Walisongo (sekara UIN Walisongo) tersebut, selain suka mendengerkan musik, ia juga suka jalan-jalan di sela-sela kesibukannya mengajar.
Ditanya soal strategi menghadapi dan mendidik ABK, Ida pun menerapkan strategi secara umum yang sudah dilakukan para guru. Perempuan yang kini tinggal di Desa Klumpit Rt 02 Rw 02 Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus tersebut awalnya masih canggung dengan ABK.
Akan tetapi, guru lulusan MI Tarbiyatul Banatil Islamiyah Klumpit yang lulus tahun 2002 tersebut, lambat laun bisa memahami dan menyelami dunia ABK, sehingga dirinya 100 persen serius mendidik ABK yang selama ini masih dipandang sebelah mata.
Strategi Khusus Mendidik ABK
“Seperti semua guru, saya harus belajar sambil dari awal tentang dunia anak ABK, karena basic awal saya adalah guru kelas dalam hal ini guru MI. Namun selang berjalannya waktu, rasa sayang tumbuh dengan anak-anak istimewa ini,” ungkap Ida yang juga alumnus MTs Negeri 1 Kudus tersebut.
Berbekal dengan seminar dan pelatihan yang diadakan oleh yayasan dan dinas terkait, lanjut dia, sedikit demi sedikit ditambah dengan praktik berbaur dengan mereka sehari-hari, menjadi bekal langkah untuk sedikit demi sedikit tahu tentang mereka.
“Metode mengajar saya mengadopsi perpaduan klasikal dan one on one. Di mana anak di kelas diajar secara klasikal terlebih dahulu baru metode one on one,” ungkap alumnus MAN 2 Kudus yanglulus tahun 2008 tersebut.
Sarjana yang didik di jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tersebut, berpedoman bahwa mengajar memang tidak bisa setengah hati.
“One on one dalam hal ini maksudnya, anak selanjutnya secara satu-persatu diberi arahan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar anak yang tidak paham secara klasikal bisa mengerti jika dijelaskan secara sendiri oleh guru,” beber perempuan tersebut.
Metode ini, lanjut Ida, sangat diperlukan guru, karena saya tau bahwa anak ABK mempunyai karakteristik dan penangkapan yang berbeda dalam memahami materi maupun hal lain yang mungkin untuk anak satu lebih mudah dipahami, tapi baginya perlu berkali-kali.
“Inilah gunanya metode one on one, agar anak lebih bisa menangkap materi sesuai dengan tingkat pemahaman dan kemampuannya,” beber dia.
Perlu Perhatian Pemerintah
Ida pun berharap, ke depan ada perhatin khusus dari pemerintah terhadap ABK. Pasalnya, selama ini ABK masih dipandang sebelah mata.
“Mohon untuk pemerintah atau dinas terkait untuk lebih memperhatikan ABK, khususnya untuk di wilayah Kudus,” harap guru muda tersebut.
Pasalnya, lanjut dia, di Kudus masih minim dalam penanganan anak-anak berkebutuhan khusus. Kami pun, kata dia, para pendidik masih minim informasi tentang pendidikan khususnya anak ABK.
“Untuk itu kiranya dalam hal ini, instansi terkait hendaknya menfasilitasi guru untuk lebih berkompeten menangani ABK. Semisal dengan diberikannya pelatihan atau seminar tentang penanganan anak ABK. Karena selama ini saya dan rekan-rekan guru harus jauh-jauh ke luar kota seperti Surabaya dan Yogyakarta hanya untuk menambah ilmu mengenai anak ABK itu, karena di Kudus jarang bahkan belum tentu ada tiap tahunnya,” beber dia.
Kami para pendidik, kata dia, juga berharap adanya kerjasama dengan instansi atau dinas terkait dalam mengadakan semacam acara outdor seperti jalan sehat atau pentas anak ABK.
“Hal ini bertujuan agar para masyarakat tahu dan lebih peduli dengan anak ABK. Karena selama ini banyak masyarakat di sekitar kita yang masih memarginalkan dan memandang sebelah mata dengan keberadaan mereka,” pungkas dia. (Red-HHJ44/Foto: IP/Harian Jateng).