Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Kini tak ada lagi daulat moral. Kini tak ada lagi pahlawan. Agama berganti ziarah. Ideologi bermetamorfosis lendir. Moral, agama, ideologi dan kedaulatan negara sudah jadi mitos purba, ditelan oleh kuatnya modal sebagai pilihan keserakahan dunia. Dalam daulat modal, semua warganegara bertanya, “berapa hargamu?” lalu “dibayar berapa?” dan “siapa yg menang?” lalu “untung berapa?”
Publik dan respublica habis. Nalar umum dan kebijakan maslahat hancur. Tirani modal melahirkan monoterisasi (uang adalah segalanya). Ada uang, ada semuanya. Dengan uang, seseorang dapat mengatur prifat, publik, budaya, agama plus negara.
Saat modal mengkonsolidasi via agensi hitam dengan eksploitasi-ekspansi-akumulasi maka negara persis di bawah ketiaknya. Dus, kemerdekaan, kemodernan, kemandirian, kemartabatifan dan batas wilayah yang penting bagi negara akan menjadi belengu bagi meluasnya gerak modal dengan kepentingan akumulasi. Pada konteks ini saat dua kekuatan berhadap-hadapan maka hukum besi persaingan bebas akan bekerja, “siapa yang lemah bakal menjadi pihak yang kalah.”
Bangsa yang dipimpin para pecundang dan culun sehingga memiliki ketergantungan besar akan mengalami kekalahan bahkan kehancuran. Ini merupakan nasib dari keberadaan suatu negara-bangsa yg merelakan daulat modal sbg nilai dan imaji barunya.
Kini, semua warga negara sudah berada pada titik di mana daulat modal menisbikan segalanya. Padahal, modal dan kemerdekaan sesungguhnya berangkat dari titik yang sama yaitu hak dan tujuan warga manusia. Bedanya, kemerdekaan menciptakan batas sementara modal menghancurkannya. Gerak daulat modal tidak dapat dibatasi.
Daulat modal hadir di mana saja dan kpn saja. Semua demi menciptakan proses akumulasi tak terbatas. Saat daulat modal dijadikan pintu masuk para kriminal-begundal-kolonial, kita yang waras kemudian terjebak isu-isu pinggiran: presiden tidak tahu dirinya, kabinetnya gokil, dewannya ngutil, militernya jualan narkoba, yudikatifnya jadi makelar dan lainnya.
Akhirnya, praktik eko-pol illegal yang massif, strukturif dan terorganisasi berbasis uang kini jadi keseharian. Konstitusi hilang. Sejarah terhapuskan. Ide dan gagasan ditongsampahkan. Itulah negara ngindon kini.