Gedung MK |
Pemalang, Harian Jateng – Mahkamah Konstitusi masih menerima permohonan gugatan hasil Pilkada dari tiap daerah yang melakukan pemungutan suara dengan batas waktu 3×24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh masing-masing KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Salah satu kabupaten/kota yang mengajukan gugatan ke Makamah Konstitusi adalah kabupaten Pemalang, selain Kabupaten Pekalongan, Sragen dan Wonosobo. Pasangan calon yang mengajukan gugatan ke Mahkamah konstitusi adalah Mukhammad Arifin – Romi Indiarto dan pasangan calon Agung Mukti Wibowo-Affifudin.
Menurut informasi website resmi MK, pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) masih menjadi isu utama yang didalilkan oleh para pemohon perkara sengketa hasil Pilkada 2015.
Secara umum masyarakat pemalang pada umumnya menanggapi gugatan pasangan calon ke Mahkamah konstitusi tidak terlalu peduli. Salah satunya kelompok pedagang keliling yang di temui di agen penjualan, mengatakan hak dan kewajiban kami sebagai warga pemalang sudah kami salurkan dan penuhi pada pilkada 9 desember 2015 kemarin, apabila ada perselisihan antara pasangan calon, kami tidak mengerti dan tidak mau mengerti, asalkan hak normatif kami sebagai warga pemalang terpenuhi yaitu sandang, pangan dan papan. Untuk urusan seperti itu hendaknya diselesaikan dengan baik tanpa mengorbankan masyarakat banyak.
Menurut Kenzo Putra, selaku ketua tim sukses pasangan calon no urut 1 Mukhammad Arifin-Romi Indiarto, mengemukakan perlu adanya proses membangun demokrasi yang baik di pemalang. Apabila ada bukti atas indikasi kecurangan yang dilakukan salah satu pasangan calon tentunya pasangan calon yang lain berhak untuk menggugat keputusan KPUD ke Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan menurut Siswanto, salah satu relawan pasangan calon Agung Mukti Wibowo – Affifudin adanya indikasi kecurangan dalam pilkada dengan pengerakan secara masif dan terstruktur aparat sipil negara maupun kepala desa untuk mempengaruhi massa guna memilih salah satu pasangan calon. Indikasi Penggunaan dana desa, APBD, dan dana dana lain dari pemerintah untuk pemenangan salah satu calon. Maka dengan adanya indikasi kecurangan tersebut dia minta Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa pilkada pemalang ini dengan adil dan bijaksana.
Sedangkan menurut salah satu akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Pemalang, Pudji Dwi Darmanto, MHum, menyatakan
selama materi gugatan itu berkaitan dengan hasil pilkada tentu memungkinkan untuk diajukan gugatan karena memang ada aturan hukumnya yaitu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi no. 1 tahun 2015 dan Bawaslu no. 8 tahun 2015, namun menjadi lain manakala materi gugatan sudah pidana murni di luar persoalan pilkada maka gugatan harus ke peradilan baik PTUN maupun Pengadilan Negeri, pertanyaannya adalah jika gugatan tersebut menyangkut kecurangan dalam pilkada maka apakah hanya satu saja pasangan calon yang melakukan pelanggaran tersebut sementara pasangan calon lain tidak ? jika tuntutannya tentang netralitas PNS , apakah yg terjadi mobilisasi hanya ke salah satu pasangan calon saja ? itupun kalau ada bukti kuat, sementara pada peraturan Mahkamah Konstitusi no. 1 th 2015 diatur bahwa pengajuan sengketa pilkada untuk kabupaten yg berpenduduk lebih dari 1 (satu) juta margin selisih suara antara paslon pemohon dan termohon maksimal 0,5 %.
Akan tetapi secara umum masyarakat pemalang berharap, gejolak pilkada ini hanyalah dinamika pendewasaan demokrasi di Pemalang.
(Red-HJ99/Sarwo Edy).