Oleh: Yudhistira
Penulis adalah Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Cabang Semarang
Banyaknya kasus tindakan pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh para pelaku paedofil, membuat masyarakat semakin geram. Mereka cemas, para pelaku semakin berkembang dan merajalela mencari korban. Masyarakat mulai menuntut kepada pemerintah untuk segera mengatasi masalah ini secepatnya. Telah banyak kita ketahui, korban dari hari kehari semakin bertambah. Dari kasus terbongkarnya pelecehan seksual oleh guru JIS kepada muridnya, kasus Emon, hingga kasus Yuyun yang diperkosa oleh 14 orang sampai dibunuh. Dampaknya pun sangat memprihatinkan, banyak korban yang psikologinya terganggu, mencoba bunuh diri hingga dimutilasi.
Akhir-akhir ini, terdengar wacana pemerintah yang akan membuat suatu perppu. Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daluay menjelaskan, bahwa perppu tersebut direncanakan untuk mengganti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam pembuatan perppu tersebut, akan dimasukkan beberapa klausul pemberatan hukuman seperti hukuman kebiri, hukuman mati dan hukuman denda hingga 100juta. Tetapi, sampai sekarang banyak pro dan kontra yang muncul terkait pemberatan hukuman tersebut.
Perlu diketahui, yang dimaksud kebiri adalah pemotongan dua buah dzakar yang dapat dibarengi dengan pemotongan penis, atau dengan menginjeksikan zat kimia kedalam tubuh yang bertujuan untuk menghilangkan gairah seks. Hukuman kebiri juga telah diterapkan di beberapa negara, seperti Korea Selatan, Jerman, Inggris, Denmark, Austria, Amerika serikat dll. Di Korea Selatan, penerapan kebiri sudah dari tahun 2012. Hukuman ini, diperuntukkan bagi mereka yang berumur diatas 19 tahun yang melakukan kejahatan dibawah umur 16 tahun. Mereka mendapat suntikan kebiri setiap 3 bulan selama 3 tahun dan telah mengurangi masalah kejahatan pelecehan seksual.
Presiden Jokowi saat ini telah menyetujui diberlakukannya hukuman kebiri. Persetujuan tersebut juga didukung oleh beberapa orang yang sependapat, seperti Jaksa Agung HM.Prasetyo yang menilai kejahatan kekerasan seksual terhadap anak harusnya menjadi kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya juga harus luar biasa. Badrodin Haiti Kepala Polisi RI menerima usulan tersebut, dengan alasan untuk memberikan efek jera kepada para predator anak. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait juga mendukung adanya hukuman kebiri, bahkan beliau juga menginginkan diterapkannya sanksi sosial seperti, penempelan foto pelaku di tempat umum.
Dari beberapa pendapat diatas, ada juga pendapat yang menolak berlakunya hukuman kebiri. Seperti, Masruchah anggota Komnas Perempuan, berpendapat bahwa hukuman kebiri telah melanggar sebagian Hak Asasi pelaku. Beliau lebih setuju dengan pemaksimalan hukuman yang sudah ada dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu hukuman penjara 15 tahun dan denda sampai dengan 60 juta rupiah. Pakar Seksologi dr.Boyke Dian Nugraha juga tidak menyutujui adanya hukuman kebiri, karena penyebab kejahatan tersebut adalah jiwa pelaku, jika kondisi mental tidak diobati, pelaku tersebut masih dapat melakukan kejahatan yang sama. Seperti yang lain, Seto Mulyadi pemerhati anak juga kurang setuju karena pelaku yang dikebiri dapat bertindak lebih agresif. Bukan hanya menyasar seksual tetapi juga kekerasan yang lainnya.
Dari beberapa pendapat para ahli dan banyaknya alasan terkait hukuman kebiri, seharusnya pemerintah memperhitungkan terlebih dahulu keuntungan maupun kerugian diberlakukannya hukuman kebiri di Indonesia, apakah cocok atau tidak. Jika kebiri seorang pelaku hingga 130 juta rupiah, lebih baik untuk memenuhi kebutuhan korban. Baik untuk penyembuhan luka tubuh hingga psikologinya, serta kebutuhan lainnya.
Jika pemerintah ingin membuat hukuman kebiri, pemerintah dapat belajar dengan negara-negara yang telah memberlakukan hukuman kebiri tersebut. Supaya pemerintah lebih mengetahui konsekuensi, masalah dan tantangan terhadap hukuman tersebut. Serta bagaimana menjalankan hukuman tersebut. Karena sampai sekarang, negara-negara yang telah menggunakan hukuman kebiri, masih banyak yang melakukan penolakan.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan apabila hukuman kebiri tersebut disahkan, apakah akan terjadi kekacauan peraturan di Indonesia atau tidak. Seperti halnya, terjadinya tabrakan peraturan maupun tumpang tindih peraturan. Karena hukuman tersebut akan berkaitan dengan peraturan kejahatan lainnya, seperti UU KDRT, UU Anti Traficking dan UU lainnya.
Seandainya hukuman kebiri disahkan dan diberlakukan di Indonesia, diharapkan faktor-faktor diatas tadi telah diperhitungkan dengan baik. Seperti faktor hak asasi yang dimiliki pelaku maupun korban. Dan diharapkan juga, peraturan tersebut mengatur hingga proses rehabilitasi korban.