Ilustrasi |
Borobudur, Harianjateng.com – Masyarakat secara mandiri mengelola aktivitas kepariwisataan Bukit Barade Dusun Sendaren II, Desa Karangrejo, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan menjaga kelestarian lingkungan di kawasan Candi Borobudur itu.
“Untuk promosinya masih dari mulut ke mulut dan juga melalui media sosial. Kami swadaya mengelolanya,” kata Penasihat Peguyuban Semar (“Seneng Manunggaling Rukun” atau Suka Kerukunan, red) Juliet Tambeng di Borobudur, Minggu (22/5/2016).
Bukit Barade, sekitar 700 meter dari permukaan air laut tersebut, terletak sekitar tiga kilometer barat Candi Borobudur. Keindahan alam, terutama matahari terbit, ditawarkan oleh warga setempat kepada para wisatawan.
Di objek wisata tersebut, telah dibuat sekitar lima rumah pohon, sejumlah ayunan dari bambu, dan beberapa tempat duduk atau lincak terbuat dari bambu, serta lokasi kemah.
Ia mengatakan berdasarkan penuturan para orang tua di desa setempat, pada masa lalu, Bukit Barade sebagai salah satu tempat di kawasan Pegunungan Menoreh yang digunakan Pangeran Diponegoro untuk mengumpulkan pasukan saat Perang Jawa (1825-1830).
Barade kepanjangan dari “Bubare perang gedhe” atau setelah perang besar, menunjuk kepada Perang Jawa.
Pepohonan rindang yang tumbuh subur di bukit tersebut, antara lain pohon asam, sonokeling, mahoni, dan jati. Warga juga menanam berbagai tanaman bunga dan rumput di atas bukit tersebut, sedangkan terkait dengan kepariwisataan mereka menyebut sebagai “Pesona Sunrise Bukit Barade”.
“Sejak setahun terakhir, kami kembangkan sebagai tempat wisata. Tanah-tanah warga juga telah sepakat tidak ingin dijual kepada orang lain, apalagi orang luar, supaya bisa kami kembangkan untuk mendukung usaha wisata,” kata Juliet yang juga kepala dusun setempat itu.
Setiap hari, pengujung Bukit Barade sekitar 100 orang, sedangkan pada Minggu antara 250-300 wisatawan. Pada musim liburan pajang bisa mencapai 400-500 orang per hari. Setiap pengunjung dikenai tiket Rp5.000, termasuk tarif parkir kendaraan.
Dari puncak Bukit Barade, wisatawan dapat menyaksikan panorama Candi Borobudur, terlebih saat matahari terbit.
Pihaknya juga meningkatkan sumber daya manusia warga setempat untuk berlatih mengelola secara baik kepariwisataan, terutama melayani para wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Pemerintah desa setempat juga telah merencanakan pelatihan untuk warga setempat agar fasih berbahasa Inggris.
“Beberapa kelompok pengunjung, antara lain pelajar dan mahasiswa sudah melakukan kegiatan perkemahan beberapa kali di Bukit Barade,” katanya.
Ia mengatakan sejumlah warga juga mengembangkan usaha ekonomi untuk mendukung kepariwisataan setempat, seperti pembuatan gula jawa, rempeyek bayam, rempeyek kacang, keripik tempe, dan kerajinan tangan berbahan baku bambu.
Hingga saat ini, pendapatan dari pengelolaan wisata Bukit Barade masih digunakan untuk pengembangan operasional kepariwisataan setempat. (Red-Hj99/Ant).