Oleh: DespanHeryansyah, MH.
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor FH UII YOGYAKARTA dan Peneliti pada Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII
Ibarat pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” atau “Bagaimana pemimpinnya, begitu pula rakyatnya”. Musibah “moral” yang menimpa bangsa Indonesia beberapa pekan terakhir sungguh sangat memilukan sekaligus memalukan. Biasanya kita geram dengan “ulah” wakil yang rakyat yang kerap mempertontonkan lakon antagonis (kontra rakyat), kini kita menyaksikan rakyat yang berulah dengan melakukan tindakan immoral yang jauh dari kemanusiaan. Krisis moral dan karakter nyatanya tidak hanya membelenggu para penguasa, tetapi juga telah menjalar kepada rakyat. Kita teringat dengan apa yang dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta masa lalu, pasca Indonesia merdeka yang pertama mereka lakukan adalah membangun karakter bangsa, tidak hanya membangun prasarana dan sarana publik. Ini mengindikasikan betapa pentingnya membangun karakter sebuah bangsa, karena karakterlah yang akan menjadi fondasi yang diatasnya berdiri cita-cita luhur bangsa Indonesia. Tanpa pembangunan karakter, maka pembangunan lain dalam suatu negara akan sulit dilakukan. Aahh, andai Bung-bung masih ada.
Kasus pemerkosaan yang dibarengi pembunuhan belakangan ini, sungguh menjadi cambuk bagi bangsa Indonesia, terlebih yang paling memilukan, sebagian besar kejahatan ini dilakukan oleh anak-anak. Pemerkosaan yuyun di Bengkulu, pemerkosaan siswi smp di Klaten, pemerkosaan dan pembunuhan tragis dengan cangkul, dan terakhir terkuaknya kasus penjualan perempuan di bawah umum di Kalimantan, kesemua kejahatan ini kejahatan ini anak-anak dibawah umur. Sederet kasus di atas mencerminkan bagaimana rusaknya karakter bangsa yang tidak hanya meracuni orang-orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Mengapa kasus ini bisa terjadi? Apa yang melatar belakanginya? Dan dimana peran pendidikan selama ini? Adalah pertanyaan-pertanyaan yang hinggap dipikiran setiap orang. Pemerintah telah menganggarkan lebih dari 20% dana APBN untuk pendidikan, tapi ternyata belum menunjukkan hasil apa-apa. Pendidikan sejatinya tidak hanya dimaknai sebagai peroleh angka-angka 9 pada setiap mata pelajaran, namun peningkatan kualitas moral sesungguhnya lebih dibutuhkan, ini merupakan masalah klasik yang belum juga menemukan titik terang. Pertanyaan lain yang tidak kalah pentingnya adalah dimana peran negara dalam melakukan perlindungan terhadap anak? Negara tidak lagi menjadi ruang yang aman bagi anak untuk bermain dan mengenyam pendidikan.
Tanggung Jawab Pemerintah
Kecaman dan tuntutan dari rakyat terhadap para pelaku kejahatan ini sangat keras, bahkan ada yang mengusulkan untuk melakukan hukuman mati. Namun payung hukum yang akan dijadikan sebagai penjerat para pelaku kejahatan terhadap anak ini belum ada, sehingga dibutuhkan payung hukum baru bagi aparat penegak hukum agar mendapatkan kepastian hukum. Dalam hal ini, payung hukum yang tepat adalah pembuatan undang-undang, namun sebagaimana menjadi rahasia umum bahwa pembuatan suatu undang-undang membutuhkan waktu dan biaya tidak sedikit, sehingga jalan ini tidak mungkin untuk ditempuh karena aturan hukum mendesak dibutuhkan. Pada kondisi ini, jalan yang dapat ditempuh oleh pemerintah adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU).
Cukup responsif apa yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo, Jokowi segera mengintruksikan kepada stafnya untuk membuat draft perppu secepatnya, selambat-lambatnya akhir pekan ini draft tersebut harus sudah selesai. Kita mengapresiasi apa yang dilakukan oleh presiden untuk mengeluarkan perppu, perppu ini ibarat menjadi “oase” atas gersangnya karakter bangsa, meski kebijakan tersebut sudah sedikit terlambat karena telah menelan banyak korban. Langkah kita selanjutnya adalah mengawasi agar perppu yang kelak diterbitkan dapat menjadi solusi atas masalah moralitas bangsa ini, yang tidak hanya memberikan efek jera bagi setiap pelaku namun juga menjamin tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap warga negara. Jangan sampai perppu ini menjadi aturan hukum yang kehilangan daya berlakunya karena tidak mengakomodir nilai yang hidup dalam masyarakat, pada masa lalu kita teringat dengan undang-undang pornografi yang dikeluarkan tapi tidak memiliki daya pemberlakuan sampai hari ini. Semoga..