Anggota Panitia Kerja RUU Pengampunan Pajak dari Fraksi NasDem Donny Priambodo. |
Jakarta, Harianjateng.com – Anggota Panitia Kerja RUU Pengampunan Pajak dari Fraksi NasDem Donny Priambodo berujar bahwa fraksinya bersikukuh menetapkan dana tebusan pengampunan pajak sebesar 10%. Banyak pihak yang menganggap bahwa angka tersebut terlalu tinggi dan akan menurunkan minat bagi para wajib pajak yang menyimpan uangnya di dalam dan luar negeri. Sedang diwaktu yang sama pemerintah menetapkan uang tebusan yang relative rendah yakni sebesar 1-6% saja.
“Kalau kita sih pengennya 10% tarifnya kalau itu tidak dilakukan lagi sourcing dari mana asal dana. Angka itu saya yakin orang mau kok. Asal jelas saja,” tegasnya saat diwawancarai selepas rapat Badan Anggaran di Kompleks Parlemen, Rabu (9/6/2016).
Ia mengaku bahwa sebelumnya pihaknya telah melakukan serangkaian konsultasi dan rapat internal dengan para konsultan pajak mengenai besaran tarif tebusan yang masuk akal. Menurutnya hampir seluruh konsultan pajak menyebutkan bahwa 10% adalah angka yang paling ideal. Sebab pemutihan yang dilakukan oleh pemerintah melalui skema pengampunan pajak sangat menggiurkan karena memangkas seluruh denda, tunggakan pajak, bahkan pidananya. Jadi menurutnya, 10% itu bukan apa-apa.
“Kalau misalkan mereka keberatan ya bayar saja sesuai tarif yang ada seperti PPH dia harus bayar 30%, Pajak badan 25%. Tarif tebusan sebesar 10 % itu kecil banget. Dan itu sekali bayar sudah selesai gak perlu ribet-ribet diperiksa,” ujarnya.
Berdasarkan beberapa kali konsinyering Panja RUU Pengampunan Pajak, Donny mengakui bahwa penentuan tarif tebusan salah satu pasal yang paling alot dibahas. Antar fraksi memiliki persepsi dan pandangan masing-masing. Begitu pun pemerintah yang menginginkan tarif tebusan dana repatriasi hanya sebesar 1%-6% dan dana non reptariasi 2%-8%.
Dana repatriasi adalah dana dengan jumlah yang besar yang sengaja disimpan di luar negeri baik yang sengaja atau tidak sengaja menghindari pajak. Tarifnya sengaja dibuat lebih rendah agar menarik bagi pemilik dana tersebut untuk merepatriasi uangnya ke dalam negeri. Sedangkan non repatriasi merupakan dana yang tidak dilaporkan kepada petugas pajak dan berada di dalam negeri.
“Kalau yang sudah disini (dana non repatriasi) ya tinggal deklarasi saja,” tuturnya.
Likuidasi dan investasi
Pemerintah dan DPR sampai saat ini belum menyepakati bentuk investasi dan likuidasi setelah membanjirnya arus uang di dalam negeri. Menurut Donny, pemerintah bersikeras menggunakan 100% dana repatriasi dan non repatriasi untuk investasi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Obligasi BUMN. Namun Donny tidak sepakat dengan keinginan pemerintah itu. Pasalnya swasta juga memiliki hak untuk mendapatkan likuidasi dana tersebut.
“Jangan semua untuk SUN dan Obligasi BUMN lah. Untuk swasta 50% dan harus jelas juga aturannya,” tegasnya.
Bukan hanya itu, persoalan lainnya juga mengemuka seperti alotnya menentukan bank bersepsi yang akan digunakan untuk menampung dana repatriasi dan non repatriasi tersebut. Banyak di antara fraksi yang berargumentasi bahwa sebaiknya dana yang masuk harus ditampung di bank BUMN. Namun tidak sedikit juga berpendapat bank swasta juga harus mendapat porsi yang sama.
Selain itu, Donny juga mengungkapkan pasal lainnya yang masih diperdebatkan adalah bentuk pengampunan bagi penunggak utang pajak yang sudah diperiksa. Pengampunan pajak semestinya juga melingkupi terperiksa penunggak utang pajak.
“Penunggak utang pajak, itu yang sudh di periksa harusnya mendapat pengampunan lah. Yang sudah ketahuan dia harus bayar berapa harusnya diampuni meski tidak 100% ya mungkin 60%. Jadi kewajiban sisa bayarnya sekitar 40%,” pungkasnya. (Red-HJ99).