Laporan khusus redaksi Harianjateng.com.
![]() |
Ilustrasi: Kantor Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati. |
Sekilas, pertanyaan di atas tampak aneh. Sebab, sejak beberapa tahun kemarin, nama Dukuhseti semakin dikenal lantaran artis Soimah Pancawati yang asli kelahiran Desa Banyutowo, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati dan juga Marwan Jafar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal yang juga asli warga Dukuh Seti, Desa Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati. Namun, mengapa Tayu lebih dikenal daripada Dukuhseti?
Baca juga: Dukuhseti Pati Dulu Dikenal Kota Preman, Sekarang Menjadi Kota Santri
Bagi warga Dukuhseti sendiri saat merantau di luar daerah, jika ditanya oleh orang lain “Patinya mana Mas/Mbak?”, sebagian besar menjawabnya pasti “Patinya Tayu”. Sebab, jika menjawab “Dukuhseti”, kemungkinan yang tahu sedikit. Namun, apakah di era sekarang masih demikian? Apakah ini sekadar rekaya, ada skenario politik, atau memang pengaruh media massa?
Mengapa Tayu Lebih Terkenal?
Bagi masyarakat yang berada di eks Karesidenan Pati meliputi Pati, Kudus, Jepara, Rembang, Grobogan dan Blora, nama Tayu memang dikenal lantaran beberapa hal. Pertama, Tayu memiliki jalur transportasi yang mengubungkan trayek bus dan kendaraan lain, seperti Tayu-Pati, Tayu-Jepara, Tayu-Juwana dan sebagainya. Sedangkan Dukuhseti, dari data yang dihimpun Harianjateng.com, hanya memiliki trayek angkutan desa dari Tayu-Puncel, sebagai perbatasan akhir perhentian karena berbatasan dengan Kabupaten Jepara.
Kedua, Tayu memiliki terminal yang strategis. Sedangkan Dukuhseti tidak memiliki terminal bus yang representatif yang besar. Sehingga, kepopuleran di masyarakat luas minim. Ketiga, Tayu juga memiliki Pasar Tayu meskipun beberapa tahun kemarin mengalami kebakaran parah. Justru, melalui kebakaran itu, nama Tayu makin dikenal.
Ketiga, Tayu memiliki Alun-alun dan sejumlah hotel/penginapan yang cukup strategis dengan setting seperti “kota kecil” di wilayah Kabupaten Pati, contohkan saja seperti “Alun-alun Juwana”. Sedangkan Dukuhseti, belum memiliki Alun-alun yang menjadi “landmark” suatu kecamatan/desa.
Keempat, banyak event budaya digelar rutin di Tayu, seperti “Lomban Kupatan” yang menyedot wisatawan dari berbagai daerah. Kelima, meskipun vakum, Tayu juga memiliki Rumah Sakit Kristen Tayu. Sedangkan Dukuhseti hanya memiliki Puskesmas laiknya desa/kecamatan lain di Pati.
Dari beberapa penyebab itulah, Tayu lebih dikenal daripada Pati. Tapi, sebenarnya Tayu dan Dukuhseti itu sama, meskipun perbedaan mencolok di sektor fisik. Kesamaan itu variabelnya di sektor gaya hidup, pola pikir dan juga ketenaran “tokoh nasional” yang ada di dua daerah tersebut.
Dukuhseti Sama dengan Tayu
Secara fisik pembangunan daerah, Tayu memang lebih maju. Meskipun sekarang, dari data yang dihimpun Harianjateng.com, Dukuhseti secara fisik juga mulai merangkak sama dengan Tayu. Meskipun Dukuhseti belum memiliki alun-alun, terminal, rumah sakit, hotel, pabrik gula di Pakis, dan menjadi daerah yang dilewati jalur penghubung dua kabupaten tetangga, namun secara budaya dan destinasi wisata serta ketenaran nama tokoh juga mengangkat nama Dukuhseti di kancal nasional bahkan internasional.
Pertama, kehadiran Soimah Pancawati sebagai artis di kancah nasional dan Marwan Jafar di dunia pemerintahan serta perpolitikan Indonesia, menjadikan Dukuhseti justru “lebih dikenal” daripada Tayu. Sosok tokoh/profil orang hebat dari Tayu belakangan ini hanya berhenti pada sosok Habib Ahmad Al-hamid (almarhum). Itu pun hanya di kalangan umat Islam dan di sekitar Karesidenan Pati. Jadi dari perbandingan variabel ini, sebenarnya Tayu dan Dukuhseti itu sama, bahkan lebih dikenal Dukuhseti di kancah nasional daripada Tayu.
Kedua, meskipun Tayu memiliki tradisi lomban kupatan tiap Lebaran Idul Fitri, sebenarnya di semua desa di Dukuhseti meliputi Alasdowo, Bakalan, Banyutowo, Dukuhseti, Dumpil, Grogolan, Kembang, Kenanti, Ngagel, Puncel, Tegalombo dan Wedusan, hampir tiap tahun dan bulan juga menggelar event budaya. Mulai dari sedekah desa, sedekah bumi, sedekah laut, dan juga karnaval dalam rangka memeriahkan pendiri desa yang sering dikenal dengan karnaval drumband. Dari sinilah, Tayu dan Dukuhseti sebenarnya memiliki potensi sama dalam menjaga budaya lokal.
Ketiga, Tayu secara fisik memang maju dan memiki keunggulan daripada Dukuhseti. Namun belakangan ini, adanya SPBU atau Pam Bensin dan toko modern seperti Alfamart/Indomart, menjadi Dukuhseti juga setara dengan Tayu.
Keempat, secara destinasi wisata, dua daerah ini sama-sama dekat dengan laut. Namun, Dukuhseti justru memiliki destinasi wisata yang sudah dikenal banyak orang, yaitu Pantai Banyutowo. Apalagi, labelling Banyutowo, melekat dengan tempat lahir Soimah Pancawati. Dengan adanya Pantai Banyutowo tersebut, menarik minat para wisatawan yang bertandang di Pati. Tidak hanya dari Pati saja, Pantai Banyutowo juga dikenal oleh sebagian warga Jepara yang berdekatan dengan Dukuhseti. Apalagi, biasanya mereka mampir ke Pantai Banyutowo usai bertandang ke Benteng Portugis Jepara.
Baca juga: Indahnya Pantai Banyutowo Dukuhseti Pati.
Kelima, secara administratif, Tayu terdiri atas Desa Bendokaton Kidul, Bulungan, Dororejo, Jepat Kidul, Jepat Lor, Kalikalong, Keboromo, Kedungbang, Kedungsari, Luwang, Margomulyo, Pajangkungan, Pakis, Pondowan, Pundenrejo, Purwokerto, Sambiroto, Sendangrejo, Tayu Kulon, Tayu Wetan, Tendas, Tunggulsari. Namun Tayu yang menjadi jalur perlintasan trayek Tayu-Pati, Tayu-Juwana dan Tayu-Jepara, namun hakikatnya, Tayu hanya “dilewati” saja, dan tujuan akhir justru tidak di Tayunya sendiri.
Keenam, secara politis, sebenarnya Tayu dan Pati itu sama. Sebab, Dukuhseti dan Tayu berada dalam Dapil (Daerah Pilihan) Pati II, yaitu terdiri atas Kecamatan Margoyoso, Tayu, Dukuhseti dan Cluwak. Jadi hakikatnya, secara pemetaan politik pun, Dukuhseti meskipun berada di paling utara di Kabupaten Pati, justru peran dan pengaruhnya sangat besar dibandingkan Tayu. Buktinya, kepekaan politik dan budaya politik bisa memengaruhi warga di sekitar Jepara, terutama mereka yang datang ke Dukuhseti, baik yang mondok ngaji, sekolah maupun kerja.
Hal ini secara sosiologis dan tata letak suatu daerah memang paradoks. Seperti halnya antara Pati dan Juwana, justru lebih dikenal Juwana, padahal Juwana adalah bagian dari Pati. Kemudian antara Cepu dan Blora, padahal Cepu adalah kecamatan dan Blora adalah kabupaten. Selanjutnya juga antara Purwodadi dan Grobogan, dan antara Ungaran dan Kabupaten Semarang. Semua paradoks.
Namun secara normatif, Tayu dan Dukuhseti sama-sama memiliki potensi menjadi kecamatan maju yang menyumbang martabat Pati sebagai Karesidenan Pati di kancah Jawa Tengah. Perbedaan tersebut hanya menjadi perbandingan parsial yang tiap daerah pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya. Lalu sekarang, lebih terkenal mana antara Tayu dan Dukuhseti atau antara Dukuhseti dan Tayu? Piye leh kuwi?