Sudarto saat menunjukkan karyanya. |
Menjadi perajin bubut kayu, batok, dan sejenisnya sudah menjadi kegiatan sehari-hari Sudarto sejak tahun 1992 silam. Wajar saja, karya hasil tangannya sendiri tersebut tampak memukau yang dipusatkan di rumahnya, Desa Dukuhseti RT 5 RW 2 Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
“Sejak 1992 sampai 2002, saya ikut Asosiasi Perajin Masyarakat Pati atau Simpati. Di sana saya belajar mengukir, cara menjadi perajin, dan diajakarkan ekspor oleh orang bule,” kata Sudarto kepada Harianjateng.com, Rabu (7/9/2016).
Dari pengalamannya, banyak sekali pelajaran dan bekal keterampilan mengukir kayu dan juga batok atau tempurung kelapa yang ia tekuni sampai detik ini.
Pelopor Kerajinan Bubut
Kalau masalah produk saya, kata dia, sebenarnya banyak. “Semua saya sesuaikan dengan pesanan dan kondisi pasar serta yang lagi musim itu apa,” bebernya.
Dari kerajinan yang ada dan ditunjukkan kepada Harianjateng.com, produk dari tangan Sudarto ini bisa menghasilkan berbagai macam asesories. Mulai dari gantungan kunci, toples, asbak, mozaik, tempat lampu, celengan, gelas, cangkir, miniatur sepeda motor seperti vespa.
Kemudian juga entong dari tempurung kelapa, tarikan pintu, lalu mainan anak dan lain sebagainya. “Kemarin juga sempat membuat emban batu akik saat lagi musim,” jelas dia.
Bermodal mesin bubut ala kadarnya, amplas dan bor, dari tangan Sudarto, banyak sekali produk-produk yang kualitasnya tidak kalah dengan produk luar negeri.
“Karena di sini masih jarang bahkan tidak ada yang konsisten, maka saya dikenalnya dengan sebutan Darto Bubut,” ujar dia.
Di sini, kata dia, sebenarnya ada orang yang meniti kerajinan hampir sama. “Ada Mas Darto, tapi dia spesialis bambu dan Mas Rumi, tapi kebanyakan dia malah ambil dari tempat saya. Jadi saya ini dari konsisten dan menjadi rujukan pada pelaku bisnis ukir dan kerajinan batok,” beber dia. (Red-HJ99/HI).