Jogjakarta, Harianjateng.com – H. Habil Marati, SE, Panitia Adhoc Amandemen UUD menegaskan bahwa penetapan amandemen UUD harus steril dari pihak asing. Politisi yang pernah menjabat sebagai anggota DPR RI 2004-2009 mengatakan penyesalannya di depan ratusan mahasiswa terkait Amandemen UUD dan pentingya untuk kembali kepada ketentuan Undang-Undang tahun 1945, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pendiri bangsa Indonesia.
Hal itu dijelaskannya dalam forum Kongres Mahasiswa Dakwah Se-Indonesia (Kongres II AMDIN), di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Selasa (20/9/2016).
Habil Marati yang dikenal sebagai pengusaha nasional asal Sultra ini juga menegaskan bahwa rancangan amandemen pada tahun 2002 dianggap sebagai siasat politik dalam mengatur kepentingan dalam negara.
Pada acara tersebut, Kongres Mahasiswa Dakwah Se-Indonesia (Kongres II AMDIN) yang dihadiri oleh berbagai macam kampus dari seluruh Nusantara. Habil Marathi yang diundang sebagai narasumber tersebut, di hadapan ratusan mahasiswa, ia mengatakan bahwa dirinya menyesali selaku panitia adhock, karena proses Amandemen UUD penuh intervensi asing.
Habil Marathi Selaku Panitia Adhoc Amandemen UUD mengakui proses Pengamandemen UUD penuh intervensi asing. “Pihak asing dibalik penetapan Amandemen UUD adalah lembaga asing yang sudah disiapkan oleh America dan Australia, yakni Lembaga NDI dan CSIS yang sudah mengakar di pemerintahan hari ini,” kata dia.
Saat saya menjadi panitia Adhock III bidang ekonomi, kata dia, tiba-tiba saja, draf tidak ada, rapat tentang ini juga ada, malah langsung diparipurnakan. “Semuanya sudah disiapkan oleh NDI dan CSIS Lembaga asal America dan Australi,” papar Habil Marathi.
Karena itulah, menurut dia, kembali ke UUD 1945 menjadi keharusan, karena Amandemen UUD merupakan upaya pelemahan NKRI.
“Selain itu adanya adopsi dan penyusupan ideologi-ideologi agar anti-Pancasila dan hilangnya kedaulatan rakyat. Negara memiliki kekuatan hukum yang sudah diatpur dalam Undang-Undang, ketetap tersebut sudah final ditetapkan oleh pendiri bangsa ini, akibat terjadinya Amandemen Idiologi Pancasila tidak ubahnya semboyan politik dibalik dinasti atau sokong ekonomi dan industri pihak asing dibelakangnya,” kata dia.
Negara , lanjut dia, memiliki aturan yang kuat dan seharusnya Undang-Undang yang telah ditetapkan tidak dirubah dan tidak tidak tambah hanya karena kepentingan saja, seperti penetapan Amanedemen 2002 merupakan penetapan palsu, karena ketetapan tanpa ada unsur administrasi suatu Negara, selain itu draf suda disiapkan oleh pihak asing, lantas bagaimana keberadaan Negara jika seperti ini.
“Dampak dari UUD amandemen ini juga mempengaruhi dunia pendidikan seperti terbitnya uang kebijakan Uang Kulian Tunggal (UKT) yang saat ini diterima oleh mahasiswa. Pada pelaksaannya sejak SPP (Sumbangan Oenunjang Pendidikan) melambung naik. Amanah amandemen UUD pada pasal pendidikan yang berbunyi pemerintah hanya menanggung pendidikan dasar itu melenceng dari tujuan kemerdekaan yaitu mencerdaskan Anak Bangsa. Selain itu UU Sisdiknas turunan dari UUD justru membuka pintu industri pendidikan,” ujar dia. (Red-HJ99/dwm).