Semarang, Harianjateng.com – Malam 1 Suro atau 1 Muharrom yang jatuh pada Sabtu (1/10/2016) ini, bagi warga Semarang menjadi malam spesial.
Sebab, bagi warga setempat, malam satu suro menjadi awal malam untuk kehidupan setahun selanjutnya. Hal itulah yang menjadi animo masyarakat Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang merayakan malam satu Suro dengan menggelar doa bersama yang bertempat di Jalan Menoreh Utara XII dengan membawa makanan dan juga tumbuhan Alang-alang.
“Alang-alang ini filosofinya agar terhindar dari halangan. Alang-alang maksudnya alangan artinya halangan, bendu, kesusahan,” beber Subeno, warga RT 6 RW 1 Kelurahan Sampangan, Semarang saat diwawancarai Harianjateng.com.
Dijelaskan dia, bahwa tradisi doa bersama malam 1 Suro sudah menjadi tradisi turun-temurun.
Dalam kegiatan yang digelar warga RT 6 RW 1 Sampangan, Semarang tersebut, selain digelar doa akhir dan awal tahun, juga dilaksanakan ritual potong ingkung atau ayam sebagai tanda syukur. “Selain Alang-alang, di sini juga membawa daun Koro dan Kupat dan Lepet. Semua tumbuhan itu diikat, terus dibawa saat doa bersama, kemudian dibawa pulang dan digantung didepan pintu rumah,” imbuh pria yang sehari-hari bekerja sebagai guru tersebut.
Artinya supaya tidak ada halangan, lanjutnya, kalau daun Koro itu supaya tidak ada perkara apa-apa. “Sedangkan Kupat dan Lepet supaya kita tidak banyak lepat atau kesalahan dan kelepatan,” beber dia.
Ditambahkan dia, usai pulang, warga biasanya menggantungkan kupat, lepet dan daun Alang-alang tadi di depan rumah tepatnya di depan rumah masing-masing. Hal itu sebagai bukti tolak-balak sebagai kepercayaan warga setempat.
Sementara itu, Salman Ketua RT 6 RW 1 Kelurahan Sampangan, Semarang, dalam sambutannya memberikan penjelasan bahwa doa bersama tersebut menjadi momentum utnuk berdoa agar diberi keselamatan dalam waktu setahun yang akan datang.
“Semoga setahun ke depan kita warga Sampangan dan umumnya Semarang dijauhkan dari masalah dan halangan,” harap dia.
Uniknya, warga Sampangan masih percaya bahwa makanan yang dibawa di agenda doa bersama tersebut berbeda-beda. Jika rumahnya menghadap Timur atau Barat, maka yang dibawa adalah ketan. Sedangkan rumah menghadap Utara membawa kupat dan lepet. Sedangkan untuk rumah yang menghadap Selatan adalah nasi liwet. Hal itu menjadi tradisi turun-temurun yang masih dilestarikan warga Semarang khususnya di Kelurahan Sampangan.
(Red-HJ99/HI).