Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Kita bertanya karena tidak ada. Kita belajar karena belum tahu. Kita menggugat karena tdk direalisasikan. Itulah kini Pancasila. Azimat purba yang tinggal nama.
Maka berbondong-bondong para anak ideologis maupun biologis dari penggagasnya menyembah uang, menuhankan kuasa, menggusur warga miskin, KKN berjamaah, mengampuni perampok via tax amnesty, mengundang penjajah, mewariskan hutang, bangga menjadi budak kolonial dan begundal lokal.
Praktis, tak ada satupun tindakan heroik yang layak disebut tindakan pancasilais. Tak ada satupun keputusan berbasis pancasila yang dapat kita rasakan. Tragis. Miris. Khianat. Laknat.
Padahal, politik Pancasila adalah politik yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila. Rumusannya 5 nilai 4 program. Nilai2nya: bertuhan, berkemanusiaan, bergotongroyong, berdemokrasi dan berkeadilan. Itulah dasar statis kita dalam bernegara.
Program-programnya: melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, menertibkan. Itulah dasar dinamis kita dalam berbegara. Dasar statis dan dasar dinamis ini satu kesatuan yang bersifat resiprokal.
Karena itu, rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian yang bulat dan utuh dari semua sila dan pembukaan UUD 1945.
Kini tugas kita merevitalisasi nilai-nilai dan program-program tersebut di semua kebijakan publik agar semua warga negara mendapatkan hak dan kewajibannya sesuai janji negara merdeka. Suatu negara Pancasila yang bermerdeka, berhukum, berkonstitusi, berpemerataan, bernalar, bersetara, berheterogen, berprestasi, berkebebasan, berkedaulatan, bermandiri, bermodern dan berkemajuan.
Negara Pancasila dengan demikian adalah anti mayorokrasi (diktator mayoritas) dan anti minorokrasi (diktator minoritas). Anti liberalisme (neoliberal) dan anti komunisme (fasis-feodalis). Ia bersemayam dalam sosialisme, humanisme dan multikulturalisme.
Politik Pancasila dengan demikian harus didasarkan kepada prinsip-prinsip demokrasi Pancasila. Ada sepuluh prinsip pelaksanaan mekanisme demokrasi Pancasila dalam kegiatan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah, yaitu sebagai berikut: Pertama; kekeluargaan sebagai cita-cita kenegaraan. Artinya cita-cita dalam kehidupan kenegaraan adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara. Hal itu karena mereka adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kedua; paham kesatuan. Artinya penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan semangat untuk selalu mengutamakan kesatuan fan persatuan bangsa yang adil dan beradab. Ketiga; negara hukum. Artinya semua penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah harus dilandasi pada ketentuan-ketentuan hukum formal.
Keempat; sistem konstitusional. Artinya, penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada konstitusi negara. Kelima; kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Artinya, penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada aspirasi rakyat banyak.
Keenam; pemerintahan yang bertanggung jawab. Artinya harus ada pertanggungjawaban yang jelas dan sistemastis dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik secara administratif maupun organisatoris. Ketujuh; pemerintahan berdasarkan perwakilan. Artibya pelaksanaan pemerintahan tidak bisa dilaksanakan secara langsung, tetapi melalui perwakilan dalam DPR dan DPD.
Kedelapan; pemerintahan presidensial. Artinya, mekanisme sistem pemerintahan menggunakan sistem presidensial. Presiden merupakan kepada pemerintahan (eksekutif) yang akan memimpin kabinet. Kesembilan; pengawasan. Artinya, implementasi mekanisme sistem politiknya menuntut adanya pengawasan dari banyak pihak, bukan hanya dari pejabat yang lebih tinggi dari penyelenggara pemerintahan tersebut, tetapi yang diutamakan adalah pengawasan dari rakyat.
Kesepuluh; Pro HAM dan lingkungan yang berkelanjutan. Artinya semua agensi dan aturan dalam berbegara didesain berdasar kemanusiaan dan ramah lingkungan.(*)