Semarang, Harianjateng.com – Peneliti tata kota dan pasar tradisional, menegaskan bahwa nilai-nilai sejarah dan sosio kultural Pasar Johar Semarang harus dihidupkan kembali. Sebab, masalah pasar tidak hanya masalah ekonomi, namun juga sejarah, sosio kultural dan budaya.
“Pasar johar itu ternyata dulu bukan pasar, tetapi suatu lokasi di depan penjara yang dulu banyak orang butuh segala kebutuhan dan di situ ada orang jualan, lalu dibuatlah pasar dan dinamakan Pasar Johar,” papar Dr Ir Ramalis Sobandi ST MT dalam menyampaikan materi bertajuk Menata Trust dan Transaksi Pasar Tradisional dalam Seminar Nasional Detail Engineering Design (DED) Revitalisasi Pasar Johar Semarang bertajuk “Rekonstruksi Kritis Peran dan Fungsi Aktivitas Ekonomi Kota Semarang” di gedung Lawang Sewu, Kamis (24/11/2016).
Seperti diketahui, dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999), kawasan ini termasuk dalam salah satu zona pengembangan Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan pariwisata, budaya, dan komersial oleh pemerintah Kota Semarang.
Masjid Besar Kauman (1890) dan bangunan Pasar Johar (1936) adalah dua buah bangunan cagar budaya yang terdapat pada kawasan ini. Menurut beberapa sumber, Pasar Johar merupakan pasar terbesar dan termodern di Asia Tenggara sekitar tahun 1930-an. Hingga era 1980-an, pasar ini berkembang menjadi sentra perdagangan di Jawa Tengah.
Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di Asia Tenggara, menjadikan kawasan ini memiliki peran penting dalam perkembangan kota Semarang secara keseluruhan. Sementara pada tanggal pada 10 Mei, 2015 terjadi kebakaran hebat di pasar johar Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di dalamnya.
Dalam kegiatan Detail Engineering Design (DED) yang digelar oleh Pemkot Semarang tersebut, Ramalis juga menandaskan bahwa Pasar Johar sebagai salah satu cagar budaya harus direvitalisasi. Sebab, nilai-nilai budaya dan setting sejarah Pasar Johar sangat menarik. “Apalagi kalau berbicara Johar, pasti tidak bisa dipisahkan antara Kota Lama dan Masjid Kauman,” papar dia.
Saya tadi sebelum ke sini, kata dia, naik taksi dan penelitian kecil tanya-tanya pada warga dan penjual. “Ternyata, ada ibu-ibu bilang kalau saat Lebaran belum mampir ke Johar dan Kota Lama serta Kauman, mereka belum manteb dan belum merasakan Lebaran kalau belum beli bubur di Kota Lama,” imbuh dia.
Ramalis juga mengatakan bahwa anggaran untuk Pasar Johar seharusnya diutamakan oleh Pemkot Semarang. “Kalau banjir rob tidak diselesaikan, maka pasar johar juga susah dibenahi. “Apalagi pasar johar itu pasar sentral, tidak hanya secara sosio kultural, namun secara fisik juga penting,” tandas dia.
Ia mengatakan bahwa ada beberapa ciri pasar tradisional yang baik. “Pasar tradisional yang baik itu yang seperti apa, yaitu pasar yang memiliki kekuatan cukupuntuk bergerak dinamis bersama kota dan warganya. Syaratnya apa, memiliki akses dan menjadi simpul pergerakan, berskala ekonomi cukup dan menjadi bagian rantai ekonomi,” lanjut dia.
Ramalis menambahkan, bahwa pasar tradisional, termasuk Johar adalah salah satu pasar yang sangat fleksibel dibandingkan dengan pasar modern atau mall. “Pasar yang bagus itu pasar yang fleksibel atau kembang kempis,” lanjut dia.
Selain Wakil Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, hadir Prof Ir Totok Rusmanto M.Eg menjadi moderator, dengan keynote speaker Prof. (Em). Mohammad Danisworo serta sejumlah tamu undangan dalam kegiatan tersebut. (Red-HJ99/Hrs).