Jakarta, Harianjateng.com – Rancangan Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan terancam mandeg di tengah jalan karena larangan membuat badan negara baru oleh pemerintah. Rancangan UU tersebut mensyaratkan dibentuknya badan negara baru untuk bisa memaskimalkan kerja pengawasan kualitas produk impor (hewan, ikan, dan tumbuhan) yang selama ini masih dinilai kurang.
Menyikapi hal ini, anggota Komisi IV Sulaeman L Hamzah di ruang kerjanya di Kompleks MPR/DPR, Kamis (12/01/2017), menyebutkan, saat ini tanggung jawab negara dalam memeriksa, mengawasi hingga mengeluarkan keamanan produk impor belum optimal. Besarnya tanggung jawab terhadap seluruh produk impor hewan, ikan, dan tumbuhan baik yang berbentuk hidup atau olahan dikerjakan secara keroyokan oleh kementerian masing-masing.
Selain itu, ketidakmaksimalan pengawasan terlihat dari SOP yang saat ini berlaku. Kapal-kapal pembawa barang impor seharusnya diperiksa keamanannya dari sisi kesehatan dan kelayakannya sebelum bersandar di pelabuhan untuk memastikan apapun kondisi kapal dan barang didalamnya tetap terisolasi di laut. Faktanya hal itu tidak terjadi. Barang-barang impor diperiksa di dermaga oleh petugas bea cukai dan petugas karantina.
“Ini yang belum optimal. Porsi kerja karantina diserahkan kepada masing-masing. Hasilnya kurang begitu baik kalau tidak dikerjakan oleh pejabat setingkat eselon seperti itu. Butuh badan baru untuk mengerjakan itu (karantina),” ungkapnya.
Namun sejak dibahas beberapa bulan lalu oleh Komisi IV, masa depan RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan mandeg di pembahasan tingkat dua. Hal ini dikarenakan pemerintah enggan memberikan izin pembentukan badan negara baru karena rekomendasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas nama efisiensi keuangan negara.
Bagi Sulaiman, alasan MenPAN RB tersebut terasa kurang tepat. Sebab pembentukan badan karantina hewan, ikan dan tumbuhan hanya memindahkan alokasi anggaran dari yang sebelumnya dipegang oleh masing-masing kementerian ke badan baru.
Ditambahkan olehnya, keberadaan badan negara baru hewan, ikan dan tumbuhan itu sangat penting. Pengalaman petani menanam cabai berbakteri beberapa tahun lalu harus menjadi cermin terkait pengawasan produk pertanian. “Setelah diselidiki, bibit cabai yang mengandung bakteri itu ternyata berasal dari impor,” ungkapnya. (Red-HJ99/Hms).