Santri Durrotu Aswaja Harus Cerdas Sikapi Hoax

8
Suasana Dialog Interaktif di aula Ponpes Durrotu Aswaja Semarang, Rabu malam (18/1/2017).

Semarang, Harianjateng.com – Pondok Pesantren Durrotu Aswaja, menggelar Dialog Interaktif bertajuk “Menyikapi Berita Hoax dan Santun dalam Bermedia Sosial” di aula pertemuan Pesantren Durruto Aswaja Jalan Kalimasada Sekaran, Gunungpati, Semarang, Rabu malam (18/1/2017).

 

Dalam kesempatan itu, hadir M. Abdullah Badri Wakil Sekretaris Lembaga Ta’lif wan Nasry Nahdlatu Ulama (LTN NU) Jepara dan Hamidulloh Ibda Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci) Jawa Tengah. Badri, sapaan M. Abdullah Badri, menegaskan bahwa mengonsumsi berita hoax memang harus cerdas. Sebab, menurut dia, santri tidak hanya menelan mentah-mentah apa saja yang beredar di media sosial.

 

“Kalau tidak memakai pola pikir yang benar, berita hoax kalian konsumsi, makanya kalian mudah mengatakan Kafir, Cina, Wahabi, Yahudi, Halal Darahnya dan lainnya itu. Santri NU tidak boleh begitu, dan harus cerdas menyikapinya,” ujar Badri di hadapan ratusan santri tersebut.

 

Penulis buku “Kritik Tanpa Solusi” tersebut juga menandaskan, bahwa di dunia pemberitaan, berita hoax tidak selamanya bohong, namun juga ada yang direkayasa dan menjadi propaganda untuk kepentingan tertentu.

 

Alumnus MA TBS Kudus itu juga mencontohkan bahwa NU saat ini diserang dengan memberitakan hoax Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj. “Memang Indonesia dan Islam saat ini mau dipecah. Salah satunya menyerang lewat NU, memang NU kuat kultur dan budaya pesantrennya, makanya diserang dulu,” lanjut dia.

 

Ia juga membeberkan, belakangan ini banyak sekali berita hoax yang bertujuan melemahkan dan menyerang Prof. Dr. Said Aqil Siradj dalam rangka melemahkan NU. “Konsep hubbul wathon minal iman, itu yang pertama kali memelopori ya NU. Makanya kita harus menjadi NKRI ini dari perusak, salah satunya penyebar hoax itu,” beber dia.

 

Oleh karena itu, kata dia, saya memegang teguh dawuh Habib Luthfi Bin Yahya bahwa kita harus menjaga NU, kiai dan NKRI. “Kalau ada siapa saja yang menghina, merendakah dan memberitakan hoax pada kiai NU, kita wajib melawannya,” tegas dia.

 

Sementara itu, Hamidulloh Ibda Direktur Utama Formaci Jateng juga menambahkan,  bahwa santri dan utamanya mahasiswa harus pandai memilah dan memilih berita yang datang dari media online saat ini. Dijelaskan dia, bahwa syarat menjadi media online saat ini minimal harus berbadan hukum PT (Perseroan Terbatas), dapat SIUP dan didaftarkan di Dewan Pers agar bisa dapat barcode.

 

“Kalau media onlinenya tidak jelas, ya sudah kita tabayyun, klarifikasi saja kepada narasumber atau kepada pihak yang bisa kita kroscek. Soalnya kita saat ini memang dalam banjir berita, jadi kalau tidak bisa menangkal berita hoax, kita ya akan terprovokasi dan tertipu,” ujar penulis buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner tersebut.

 

Anda di sini mahasiswa dan mahasiswi lo, kata dia, maka kalau sumber mendapatkan kebenarannya tidak jelas ya lucu. “Kalau wartawan bisa saja mendasarkan kebenaran pada wawancara dan klarifikasi. Tapi kalau ilmuwan kan harus empiris, minimal memenuhi standar kualifikasi ilmu, yaitu melalui tahap ontologi, epistemologi dan aksiologi. Bukan asal percaya informasi, apalagi itu hoax,” ujar mantan Sekretaris IPNU Dukuhseti Pati itu.
Di sisi lain, Rodli Mahfudin, Ketua Pengurus Pondok Pesantren Durrotu Aswaja Semarang, berharap agar kegiatan itu mampu membuat santri tercerahkan atas berita hoax yang selama ini beredar pesat di media sosial. “Harapannya santriwan dan santriwati menyerap materi berita hoax dan menyikapinya dengan santun,” beber dia. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here