Oleh: Maryam Nur Hidayati SH
Peneliti PSHK FH Universitas Islam Indonesia
Tahapan terpenting pemilihan kepala daerah (pilkada) akan dilaksanakan dalam hitungan hari ke depan. Tahapan pungut suara dan pungut hitung menjadi puncak penentuan para kontestan politik dalam berkompetisi untuk mencapai jabatan nomor satu sebagai kepala daerah. Pelaksanaan pungut suara dan pungut hitung 15 Februari 2017 mendatang akan dilaksanakan secara serentak di beberapa daerah di Indonesia. Begitu pentingnya tahapan pungut suara dan pungut hitung dapat dirasakan dalam atmosfir persaingan ketat antar pasangan calon baik mulai dari masa pencalonan hingga masa kampanye. Sebagai contoh, debat terbuka pasangan calon kepala daerah DKI Jakarta yang tentunya menyita perhatian banyak pihak. Momen kampanye para pasangan calon hingga pelaksanaan pungut suara dan pungut hitung ke depan tentunya tidak terlepas dari berbagai dugaan pelanggaran maupun kerawananan pelaksanaan pilkada.
Fenomena Gunung Es
Apabila kita melihat data laporan pelanggaran maupun temuan badan pengawas pemilu (bawaslu) sampai saat ini, maka jumlah laporan dan temuan yang masuk tidak banyak. Hal ini tidak menjadi ukuran pasti bahwa pelaksanaan pilkada bebas kecurangan maupun bebas dari praktik kotor oknum tertentu yang berusaha untuk “mengotori” pelaksanaan demokrasi di negara kita. Praktik kecurangan tersebut senyatanya masih terjadi diantara kita, diantara masyarakat kita. Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah “sama-sama tahu” antara oknum tertentu maupun masyarakat. Namun, kondisi demikian masih sulit dijangkau oleh pengawas dikarenakan minimnya sumber daya maupun makin “lengkapnya” modus kecurangan yang terjadi di masyarakat. Fenomena yang demikian seperti halnya fenomena gunung es. Dimana puncak gunung yang terlihat dipermukaan air hanya sedikit, dan sesungguhnya bagian gunung es yang paling besar ada di bawah permukaan air yang tidak terlihat mata apabila kita tidak jeli.
Memancing Ikan
Untuk mengatasi fenomena gunung es tersebut tentunya diperlukan strategi yang tepat. Oleh karena itu, pada persiapan pengawasan pilkada terutama pada tahapan pungut suara maupun pungut hitung perlu memperhatikan indeks kerawanan pilkada. Dapat dianalogikan ketika kita sebagai nelayan hendak memancing ikan, tentunya kita harus mengetahui lokasi-lokasi yang banyak ikannya, sehingga kemungkinan besar mendapat tangkapan ikannya juga lebih banyak. Hal tersebut sama halnya dalam pentingnya pengawas memiliki indeks kerawanan pemilu. Indeks kerawanan pilkada tersebut digunakan untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini dalam menentukan wilayah rawan kecurangan, mengidentifikasi ciri dan karakteristik kerawanan pemilu, sebagai referensi dalam menentukan strategi dan langkah antisipasi maupun pencegahan, serta sebagai database kepemiluan. Tidak kalah penting adalah hasil dari penentuan indeks kerawanan pilkada tersebut perlu disampaikan kepada masyarakat untuk dapat dijadikan peta dalam melakukan pengawasan.
Bagian dari Demokrasi
Pada faktanya saat ini jenis dan model kecurangan pilkada makin bervariasi. Akan tetapi dapat kita pastikan bahwa segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu yang demokratis merupakan tanda awal kerawanan terjadinya pelanggaran. Untuk mewujudkan jalannya pelaksanaan pilkada yang bersih tentunya diperlukan partisipasi masyarakat. Hal ini dikarenakan keterbatasan dari struktur lembaga pengawas dan keberhasilan pengawas tergantung juga partisipasi masyarakat untuk turut aktif mengawasi dan melaporkan segala jenis pelanggaran yang banyak terjadi “tahu sama tahu” di masyarakat. Sebagai rumus pasti cara melakukan pengawasan adalah Awasi, kenali, laporkan. Sudah saatnya kita menjadi bagian dari pelaksanaan demokrasi yang bersih, untuk memilih pemimpin yang bersih. (*)