Kudus, Harianjateng.com – Ada yang berbeda dengan pagelaran Wayang Klithik Wonosoco yang diselenggarakan oleh Panggung Teater Kudus pada 23/8/2017 pukul 20.00 WIB di Auditorium Universitas Muria Kudus. Acara yang bertajuk Jaka Umbaran Dalam Perang Dalang Dua Generasi ini menampilkan dua dalang sekaligus yakni Ki Sutikno satu-satunya dalang senior Wayang Klithik yang masih bertahan di Kota Kudus dan A. Tino Mulyadi dalang Wayang Klithik yang masih sangat belia.
Dalam pagelaran yang berlangsung selama kurang lebih satu jam itu Ki Sutikno dan Tino Mulyadi mampu menyuguhkan permainan yang begitu memukau mata ratusan penonton yang hadir pada saat itu. Terlebih lagi saat Tino Mulyadi mulai mengambil bagian permainan pada babak ketika Jaka Umbaran mencari orang yang membunuh orang tuanya sehingga Tino harus turun dari panggung dan memerankan tokoh Jaka Umbaran dengan menghampiri beberapa penonton untuk mempertanyakan tentang keberadaan Kebo Marcuet yang telah membunuh bapaknya. Dengan aksen dialeg yang masih cedal Tino berlarian hingga kebarisan belakang penonton untuk mempertanyakan dimanakah Kebo Marcuet, hal ini menjadikan segenap penonton semakin terpingkal pingkal menyaksikan kelincahan Tino.
Kemahiran Tino dalam memainkan Wayang Klithik pada malam itu benar-benar mampu menyihir penonton pada saat itu. Pada usia yang masih sangat belia Tino juga sangat cerdas menyisipkan kritik sosial dalam pertunjukanya, seperti halnya ketika Tino mencoba menyentil bahwa anak-anak sekarang sudah kehilangan hak bermainya karena sekolah seharian. Dengan bahasa khasnya ia mengatakan “Esok sekolah, Sore sekolah, Malam belajar, Kapan Dolanane?” (Pagi sekolah, sore sekolah, Malam belajar, Kapan Bermainnya?_red) dalam adegan wayang saat Jaka Umbaran pulang bermain dan mendapatkan teguran dari ibu dan kakeknya.
Perang dalang dua generasi benar-benar terjadi diatas panggung pada saat Jaka Umbaran bertemu dengan Kebo Marcuet, karena pada saat itu baik Ki Sutikno dan Tino mengaplikasikan lakon dalam bentuk pertunjukan peran yang membuat penonton semakin tercengang.
Dalam babak ini Ki Sutikno memerankan tokoh Kebo Marcuet sedangkan Tino berperan sebagai Jaka Umbaran. Kedua dalang beradu akting untuk menuntaskan babak ini, dan tak henti-hentinya mengundang tawa penonton menyaksikan kekocakan keduanya.
Pada penghujung acara yang diselenggarakan oleh Panggung Teater Kudus bekerjasama dengan Kelompok Kajian Teater Tigakoma ini ditutup dengan sesi diskusi mengenai wayang Klithik dan perkembanganya dengan moderator Saliem Sabendino dan Ki Sutikno sebagai nara sumber. Dalam diskusi ini muncul berbagai apresiasi positif terhadap pagelaran malam itu, juga terhadap permainan yang ditampilkan oleh Ki Sutikno dan Tino Mulyadi. Seperti Halnya disampaikan oleh Pincuk Puttusulay pegiat seni rupa dari Jepara merasa sangat beruntung dapat menyaksikan peristiwa langka ini. Malam ini saya dapat menyaksikan kehebatan dua dalang sekaligus dalam satu panggung”, imbuhnya.
Beda halnya menurut Ki Giyok Waryoto dalang Wayang Gojek dari Kudus, menyatakan bahwa ia sangat apresiasi dan diharapkan menjadi acuhan bagi siapapun mereka yang bergerak dalam pendidikan maupun pendampingan anak bahwa pada pagelaran ini Ki Sutikno mampu memberikan contoh yang luar biasa, dimana Ki Sutikno mampu mendidik dan menempatkan Tino dalam koridor dunia anak-anaknya tanpa harus menyeret Tino keluar dari dunianya. Tidak seperti proses Audisi anak-anak yang banyak muncul di televisi yang justru malah mengeksploitasi anak-anak dari dunia dan jamanya.(red-HJ99/hms).