Secangkir rindu
Karya : Monica PA
Ku seduhkan harapan malam ini
Dengan penuh hasrat aroma nan semerbak
Ku larutkan rasa pahit sejak dini
Tanpa ku sadari ada rasa hambar di lidah yang terjebak
Harus berapa lama ku mengaduk rasa pahit ini?
Jika kutambahkan rindu rasa manis pun semakin memuncak hebat
Kecanduan terhadap semakin tak terkendali
Inginku merindu hanya secangkir
Jika setiap sepi ku ingin merasakannya kembali
Secangkir rindu tanpa harus berakhir
Matamu kelemahanku
Karya : Monica PA
Sorotan itu datang kembali dengan sinar yang menyilaukan
Pandanganku menarik untuk menjauh dan hati mendorong ingin lebih dekat
Begitu banyak warna pelangi menari bak hanya bayangan
Ku genggam pesona itu dengan erat
Satu dua tiga empat samapai lima kali sinar mendekatiku
Seakan mengajakku bicara dengan tenang
Dag dig dug der mengerang sangat keras dalam hatiku
Tak menghiraukan semakin menggebu gebu dengan lantang
Bintang merasa iri rembulan merasa malu
Langit semakin mengecil dan mentari semakin membeku
Kecemasanku berjalan cepat dan semakin memilu
Tanpa izin bibir ini terucap matamu melemahkanku
Pesan yang tertingggal
Karya : Monica PA
Mentari menampakan diri tanpa permisi menyapaku
Dengan kicauan burung menari-nari di atas kepala
Ku ayunkan badan ini layaknya berdendang tanpa haluan
Rerumputan pun ikut bergoyang sambil menertawaiku
Terhenti sejenak dan ku tersadar …
Aroma tanah yang khas soalah secara perlahan mulai membiusku
Jejak-jejak setiap langkah terukir dengan jelas kasat mata
Ada apa dengan ini semua?
Beribu tanya berdatanagn seolah ta ingin bergantian
Haruskah ku bertanya kepada bebatauan yang membisu saat ku menatapnya
Di bawah pohon kelapa ku bersandar
Sepucuk daun kering berisyarat bahwa dia datang malam itu
Lalu ku bertanya siapa dia? Siapa?
Tak ada balasan yang terucap sedikitpun
Hasrat menarikku ke depan pintu
Tercium aroma lain yang ku hirup
Ternyata helaian mawar yang tergeletak tak berdaya berserakan
Ku bertanya pada diri ada apa ini semua?
Ku berkeliling memutari singgasana ada aroma yang lebih memikat
Sebatang menyan mengagetkan dan seolah ku terdiam lemah
Ku bertanya kesekian kalinya pada diri ada apa ini semua?
Tanpa permisi bibir ini luluh lantang dan terucap “ lindungilah aku tuhan”
Jantung berdetak kencang bak lari maraton
Bercucuran tanda merah mulai menyebar, bibir ini semakin beku
To to to tolong.. tolong.. tolong…
Pedih
Karya : Monica P.A
Raut wajah ibu pertiwi
Sedih terpampang dalam angan , renungan dalam sembunyi
Tolonglah benih air, enggankan menetes dalam rimba
Bicarakan dengan bapa, apakah cambuk wajib membekas
Kehangatan jadi bahan, terbit lelah dalam pagi
Gejolak
Karya: Monica P.A
Sekarang senja hanya akan menyajikan rona derita
Membiaskan warna tanpa cerita
Terserat aku memendam lara pada kebisuan dengan air mata bermekaran
Aku masih bisa, aku masih kuat mencintaimu walau sudah sangat jelas yang kau pilih bukan aku
Bahkan kesibukanku masih saja merajut
Rindu dan memintal doa untuk kau kenakan
Menjagamu tetap hangat walau dari kejauhan
Dengan sangat sadar dan mengerti, pelukannya lebih istimewa dan bukan sekedar mimpi
Denganmu, jatuh cinta adalah patah hati yang disengaja
Aku mendambakanmu bagai deru angin yang mengeringkan keringat
Nikmati saja kesegarannya biar jemari pasanganmu yang menjadi sapu tangannya
Remuk jantung anggaplah biasa
Jika hilang lingkar peluknya, berdebar dan khawatirlah
Dia bukan aku, dengan sadar melukai diri tuk tetap cinta
Ajari dia tertawa seindah sungging senyumanmu
Ku menghampiri kelak, bercerita tentang susahnya menggapaimu
Denganmu, cinta jatuh ketika keikhlasan terpenjara walau kepadaku yang kau sajikan hanya lara
Monica Putri Anjani adalah mahasiswi IKIP PGRI Bojonegoro asal Desa Biting, Kecamatan Sambong, Blora