Jakarta, Harianjateng.com – Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi menyoroti persoalan kapasitas lapas dan keimigrasian yang masih menjadi pekerjaaan rumah bagi Kementerian Hukum dan HAM.
Terkait lapas, menurut Taufiq bukanlah perkara mudah karena hal ini terkait penganggaran.
“Permasalahan kita selalu seperti itu. Kalau kita ingin membangun lagi lapas harus ada anggaran. Dengan tingkat kejahatan masih tinggi dan penerapan hukum positif kita penjara sebagai sanksi maka ini seperti lingkaran setan. Kalau tidak mau memasukkan orang ke lapas, maka tentu harus dicarikan model hukuman lain,” ujarnya dalam rapat Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM, di Kompleks Parlemen, Kamis (25/01/2018).
Taufiq yang juga Politisi NasDem ini berpandangan, soal kapasitas lapas tidak terlepas dari pemberian remisi bagi warga binaan lapas. Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menyebutkan bahwa yang diberikan remisi adalah warga binaan dengan hukuman minimal 5 tahun.
“Apakah kita bisa mencabut PP yang sangat kontroversial ini,” tanyanya kepada Menteri Hukum dan HAM.
Lanjut Taufiq, dengan masih memberlakukan PP ini, dirinya mengungkapkan penyelesaian terhadap kondisi kelebihan kapasitas lapas masih belum bisa teratasi secara cepat.
Oleh karena itu, dalam rancangan RUU KUHP, dirinya meyetujui bahwa penjara bukanlah satu-satunya sanksi hukum tetapi sanksi hukum bersifat moral juga bisa jadi hukuman bagi pelaku kejahatan.
“Jadi pelanggaran pidana ringan sanksinya tidak harus di penjara. Kalau caranya menghukum orang selalu di penjara. Sampai kapan kita harus siap juga bangun lapas baru,” tutur politisi NasDem ini.
Red-HJ99