Hariajateng.com- Pemilukada serentak 2018 baru saja usai. Pemenang sudah diketahui, sebagian petahana kembali memimpin, sebagian harus tersingkir. Ini tentu menjadi hal biasa dalam berdemokrasi. Rakyat yang berdaulat, dan rakyatlah yang menjadi kunci suksesnya pemilukada.
Kini, kita kembali akan menatap pemilu raya tahun 2019. Dimana pemilihan legislatif di berbagai tingkatan berbarengan dengan pemilu presiden dan wakil presiden. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi para calon legislatif maupun capres – cawapres yang diusung koalisi partai politik.
Partai politik dengan kaderisasi kuat, struktur solid, dan memiliki caleg yang berkualitas serta menempatkannya di dapil yang tepat, akan memetik kemenangan besar. Intuisi pimpinan partai politik menjadi penentu dalam kontestasi pemilu 2019. Hal itu tentu hanya dimiliki partai besar yang berpengalaman menyusun komposisi para prajuritnya di masing-masing dapil.
Guna menyikapi situasi tersebut, tak ayal beberapa partai politik memasang caleg dari kalangan artis. Artis memang diyakini mampu mendongkrak suara pada setiap pagelaran pemilu. Namun, berbeda dengan pemilu 2014, pada pemilu 2019 nanti artis yang kurang memiliki kualitas juga akan tersungkur. Masyarakat semakin cerdas dalam memilih figur yang berkualitas.
Pemilu Legislatif 2019, petahana jangan leha-leha ! Pada Pemilu Legislatif 2019, kita akan melihat suasana baru dimana semua caleg akan berjuang keras untuk memenangkan dirinya sendiri, partai politik, dan sekaligus calon presiden yang diusung.
Partai politik besar memiliki peluang yang lebih terbuka pada pemilu 2019. Hal ini dikarenakan metode penghitungan suara legislatif nanti menggunakan sistem Saint League Murni (SLM). Sebut saja, di Dapil XII Jateng yang sebelumnya merupakan Dapil IX Jateng. Jika memakai metode SLM, kursi PDI Perjuangan bisa bertambah satu lagi jika acuannya hasil pemilu 2014. Tentu ini hanya simulasi saja, dan sangat mungkin berbeda dengan pemilu 2019, apalagi munculnya partai baru yang memungkinkan dapat menggeser pemilih Partai Politik A ke Partai Politik B. Namun, sisi positifnya penghitungan suara terasa lebih adil dengan metode Saint League Murni (SLM).
Hal menarik lainnya, pemilu legislatif 2019 nanti membuka peluang lebar-lebar bagi pendatang baru untuk merebut kursi dari genggaman petahana. Petahana belum tentu sekuat pemilu 2014 lalu. Apalagi berdasarkan hasil survei dinamika politik yang dilakukan oleh Indonesia Survei Network di Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu, pemilih loyal anggota legislatif sangat sedikit.
Sekilas dari hasil survei tersebut juga menggambarkan bahwa masyarakat lebih cenderung memilih figur yang tidak hanya dekat dengan mereka, namun juga figur yang mampu memberikan solusi konkret atas segala persoalan di lingkungannya. Petahana yang tidak mampu menjaga konstituennya selama ini, maka siap-siap saja tergulung oleh gerakan figur baru sebagai the rising star di tiap-tiap dapil dalam pemilu 2019.
Caleg pendatang baru dengan visi yang membumi, strategi yang efektif, mampu memberikan kerangka solusi atas persoalan di masyarakat, mampu merangkul berbagai kalangan, dan mampu berkomunikasi dengan bahasa yang mudah di mengerti oleh pemilih, maka ia sangat mungkin menumbangkan petahana.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019
Pemilu presiden dan wakil presiden akan diselenggarakan di hari yang sama dengan pemilu legislatif. Hal ini tentu membuat masing-masing partai politik serius dalam mengawal proses pemilu. Inikah yang membuat tensi politik agak memanas ?
Partai politik dengan calon presiden atau calon wakil presiden potensial akan terkerek elektabilitasnya. Setiap caleg merupakan tim sukses yang akan memenangkan capres – cawapres yang diusung partainya.
Sisi positifnya, masyarakat akan disuguhkan pilihan yang menarik tentang partai politik pilihan mereka serta siapa calon presiden dan wakil presiden yang diusung partai politik tersebut. Tak hanya itu, program aksi dan janji kampanye calon presiden juga akan memberikan pengaruh pada pemilih dalam menentukan pilihan.
Setiap ucapan, tindakan dan janji calon presiden dan calon wakil presiden akan menentukan seberapa besar dukungan di masyarakat pada partai politik yang mengusung capres cawapres tersebut. Hal ini tentu dapat berimbas pada tingkat keterpilihan caleg di masing-masing dapil. Oleh karena itu, partai politik hendaknya menggali strategi paling efektif untuk menggerakkan para caleg dari semua tingkatan agar gerakannya linear dengan capres dan cawapres yang diusung.
Isu Efektif Pemilu 2019
Jika mencermati beberapa isu baik di media sosial, media pemberitaan online, televisi, koran dan lainnya, ada beberapa isu menarik yang akan digaungkan oleh partai politik di luar pemerintah dalam merebut simpati publik. Dua isu yang laku dijual yakni seputar persoalan karut marut bidang ekonomi dan hukum. Tentu meliputi kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, sulitnya lapangan kerja dan kepastian hukum. Inilah yang tentunya berujung pada menggaungnya hastag #2019GantiPresiden.
Isu-isu di atas tentu berlawanan dengan isu yang diusung koalisi pemerintah, yaitu keberhasilan pemerintah di bidang pembangunan. Disinilah para calon legislatif diuji kompetensinya dalam menjelaskan isu-isu yang diusung partai politiknya. Siapa yang dapat meyakinkan pemilih dengan data dan fakta sesuai kondisi di dapilnya, tentu akan mendapatkan efek elektoral yang signifikan.
Jika Anda bagian dari kontestan pemilu 2019, maka siapkan diri anda dengan sebaik mungkin. Karena kualitas anda akan benar-benar diuji !.
Penulis adalah CEO Lembaga Survei dan Konsultan Politik Indonesia Survey Network (ISNetwork)
Red-HJ99