Oleh Hamidulloh Ibda
Penulis merupakan Dosen STAINU Temanggung, Jawa Tengah
Selain menjadi tuan rumah ASIAN Games, tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah International Monetary Fund dan Word Bank (IMF-WB) Annual Meetings (AM). Pertemuan tahunan ini sangat strategis mempromosikan wisata Indonesia kepada dunia karena dihadiri lebih dari 15.000 peserta dari berbagai negara. Ketika dunia datang ke Indonesia, momentum promosi wisata sangat strategis mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Potensi yang bisa dikuatkan dalam forum itu salah satunya promosi wisata sebagai wahana mendongkrak perekonomian Indonesia jangka panjang. Dalam forum itu, idealnya tidak hanya fokus kebijakan di internal Bank Indonesia. Namun juga menguatkan pariwisata, kebudayaan, bahasa, bahkan local wisdom yang tidak dimiliki dunia dan strategis membuka pundi-pundi ekonomi Indonesia.
Langkah ini tentu sesuai Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) serta Nawacita. Penguatan GNRM dan Nawacita tentu tidak melulu pada mental, namun juga bisa dikuatkan lewat wisata dan perekonomian. Dunia wisata yang cakupannya luas sangat strategis dikuatkan dan dipromosikan dalam forum sekaliber dunia tersebut.
Badan Pusat Statitsik mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun 2017 ada 14,03 juta kunjungan. Jumlah itu meningkat 21,88 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu 11,51 juta kunjungan. Namun jumlah itu hanya mampu meraih 93,53 persen dari total target kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2017 sebanyak 15 juta kunjungan (CNN, 1/2/2018). Dari data ini, Indonesia membutuhkan desain penguatan ekonomi berbasis wisata agar jumlah wisata terus melejit.
Mengapa? Dari segi ekonomi, kebutuhan dasar manusia selain sandang, pangan, dan papan adalah wisata. Berwisata tidak sekadar jalan-jalan, namun juga mengeluarkan uang untuk membeli tiket, transportasi, penginapan, oleh-oleh, dan lainnya. Jika ada kebijakan dan desain penguatan wisata di Indonesia khususnya di daerah-daerah, maka potensi ekonomi Indonesia secara global akan meningkat.
Forum Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 ini menjadi momentum strategis menguatkan ekonomi Indonesia khususnya dari sektor pariwisata. Wisata harus dipahami bagian dari industri yang harus didukung total semua elemen, khususnya dalam forum dunia tersebut. Kita harus melihat data, devisa negara kita tidak hanya dari tenaga kerja Indonesia, namun juga sektor pariwisata.
Promosi Wisata
Secara umum, IMF-WB Annual Meetings (AM) bertujuan mendiskusikan perkembangan ekonomi dan keuangan global serta isu-isu terkini. Mulai dari pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi internasional, dan isu-isu global lainnya.
Aesthetika (2012) berpendapat, pariwisata menjadi salah satu sektor sumber ekonomi sebuah daerah. Wisata dapat memberikan beberapa keuntungan bagi daerah, salah satunya membangun perekonomian daerah dan membuka lapangan kerja untuk anak daerahnya.
Potensi ekonomi Indonesia, sebenarnya bisa dikuatkan dalam pertemuan itu, khususnya sesi pertemuan sektor perbankan dan riil lainnya. Industri wisata Indonesia yang sudah terbukti mendulang pendapatan pemerintah pusat, daerah, hingga desa harus menjadi fokus kajian forum tersebut.
Selama ini, pemahaman wisata hanya pada wisata alam. Padahal ada wisata lain seperti budaya, agama (religi), wisata belanja, kuliner, bahkan wisata local wisdom berupa tradisi, ritual, upacara adat, dan lainnya. Melalui forum itu, harus ada tawaran konsep dalam menguatkan potensi ekonomi melalui wisata yang bisa dilakukan dalam beberapa hal.
Pertama, harus ada sesi promosi wisata Indonesia yang bermuara pada wisata alam, budaya, religi, belanja, kuliner, dan wisata local wisdom. Dari 34 provinsi di Indonesia, perlu disajikan data riil bahwa Indonesia sangat kaya dari negara lain. Pada wisata alam, Kemenhut (2011) mencatat 50 taman nasional di Indonesia, 6 di antaranya termasuk dalam situs warisan dunia UNESCO. Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif.
Wisata belanja, ada pusat perbelanjaan modern dapat ditemukan di kota Jakarta lebih dari 170 pusat perbelanjaan (Vivanews.co.id, 20/7/2010). Belum lagi di kota besar seperti Bandung, Medan, Surabaya, Bali, dan lainnya.
Wisata religi, ada ribuan makam wali selain Walisongo dan raja-raja yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dunia. Ada juga candi seperti Candi Borobudur, Prambanan, Arjuna, dan Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia termasuk daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 1991. Ada juga masjid yang merupakan akulturasi kebudayaan antara Hindu-Buddha-Jawa-Islam seperti terlihat pada Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus.
Apakah hanya itu? Hingga Oktober 2017 ada 652 bahasa yang telah diidentifikasi dan divalidasi dari 2.452 daerah pengamatan di Indonesia. Jika akumulasi persebaran bahasa daerah perprovinsi, bahasa di Indonesia berjumlah 733 dan jumlahnya akan bertambah karena bahasa di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum teridentifikasi (Kompas, 10/2/2018).
Acla (2017) mencatat, ada 300 jumlah tarian, 485 lagu daerah, 10.068 jumlah suku, dan 17.504 pulau yang ada di Indonesia. Sedikitnya, ada 6 kawasan geopark diakui UNESCO dan terdaftar di Global Geoparks Network (GGN). Mulai dari Danau Toba di Pulau Samosir, Sumatera Utara, Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, Gunung Batur, Bali, Geopark Nasional Ciletuh Palabuhanratu, Jawa Barat, Gunung Sewu, Yogyakarta, Geopark Merangin, Jambi, Kawasan Cadas di Sangkulirang, Kalimantan Timur
Kedua, perlu brand wisata yang dipamerkan dalam IMF-WB Annual Meetings (AM). Seperti contoh pada ASIAN Games yang menampilkan enam objek wisata unggulan Indonesia. Desainnya, dihadirkan dalam seri billboard Asian Games 2018. Enam destinasi ini hadir untuk mewakili destinasi wisata Indonesia dari berbagai wilayah. Mulai dari Borobudur Magelang,Pantai Gigi Hiu, Kelumbayan, Lampung, Pura Ulun Danu Beratan, Budugul, Bali, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, NTT, Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ketiga, perlu diplomasi ekonomi yang ditelurkan ke dalam kebijakan strategis untuk mendongkrak potensi ekonomi Indonesia. Caranya, membuat memorandum of understanding (MoU) dalam penambahan akses bebas visa ke Indonesia.
Semua negara yang hadir, bisa kerjasama dengan Indonesia dengan membuat “pertukaran wisatawan”. Tahun 2015, melalui Peraturan Presiden No. 69/2015 tentang Bebas Visa Kunjungan sudah mendongkrak industri pariwisata. Dalam forum dunia itu, pemerintah Indonesia harus menambah akses bebas visa ke Indonesia kepada semua yang hadir.
Keempat, sinergitas antara Bank Indonesia, IMF, kementerian terkait, travel, bandara, hotel, media, dan semua pengelola wisata untuk memajukan industri pariwisata Indonesia. Lewat kerjasama ini, potensi ekonomi Indonesia secara global akan bertumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Strategi Promosi Wisata
Strategi promosi wisata melalui forum tersebut sangat strategis didesain dari tindaklanjut kebijakan yang mendongkrak industri pariwisata Indonesia. Strategi promosi wisata ini merupakan langkah teknis sebelum, saat dan setelah IMF-WB Annual Meetings (AM) tersebut.
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 4, dijelaskan kepariwisataan bertujuan untuk 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, 2) meningkatkan kesejahteraan rakyat, 3) menghapus kemiskinan, 4) mengatasi pengangguran, 5) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, 6) memajukan kebudayaan, 7) mengangkat citra bangsa, 8) memupuk rasa cinta Tanah Air, 9) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan 10) mempererat persahabatan antarbangsa.
Dari amanat Undang-undang ini, harus ada langkah strategis promosi wisata budaya yang mewujudkan cita-cita Indonesia. Pertama, promosi menyebarluaskan informasi tentang IMF-WB Annual Meetings (AM) dengan brand wisata ke media massa (cetak, siber, radio, televisi), medsos (Facebook, Twitter, Instagram, Path) dan lewat layanan pesan (WhatsApp, Blackberry Messengger, Line).
Destinasi wisata Indonesia sangat membutuhkan pelaku promosi yang bernas dan berbasis digital. Apalagi, era Revolusi Industri 4.0 ini harus menggunakan pendekatan literasi data, teknologi, dan manusia. Dalam forum IMF-WB Annual Meetings (AM) itu, panitia harus meyakinkan pada dunia bahwa Indonesia damai, aman, dan bebas dari terorisme serta konflik sosial.
Kedua, perbaikan aksesibilitas, amenitas dan fasilitas wisata. Ketiga, promosi produk wisata sebagai oleh-oleh atau wisata belanja semua peserta IMF-WB Annual Meetings (AM). Medlik dan Middleton (Yoeti, 1996: 13) menjelaskan, produk pariwisata intinya berupa hasil industri pariwisata. Mulai dari daya pikat, akomodasi, penyegaran, katering (makanan dan minuman) fasilitas pendukung, dan infrastruktur lainnya.
Ketiga, membuat Duta Wisata Indonesia yang bisa dimulai dari desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota dan provinsi yang nanti dikirim ke negara peserta IMF-WB Annual Meetings (AM). Maka mereka harus bisa berbahasa asing dan daerah sebagai wujud membangun kemesraan budaya antarnegara peserta IMF-WB Annual Meetings (AM).
Keempat, pertukaran wisatawan berbasis budaya dan pendekatan local wisdom. Semua peserta IMF-WB Annual Meetings (AM) bisa mendapatkan keuntungan dari sisi nasionalisme, keutuhan bangsa, dan ekonomi. Untuk itu, Indonesia sebagai tuan rumah harus menjadi pelopor wisata yang ramah, toleran, dan menguntungkan.
Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan pada 29 Agustus 2018 ini, telah menyepakati upaya untuk mendorong pengembangan sektor pariwisata dengan memperkuat koordinasi dan menyinergikan kebijakan antarpemangku kepentingan. Langkah ini harus ditindaklanjuti dalam forum dunia tersebut. Tujuannya jelas, untuk pengembangan sektor pariwisata dalam rangka akselerasi penerimaan devisa Indonesia.
IMF-WB Annual Meetings (AM) memang bukan segalanya, namun kemajuan ekonomi Indonesia lewat penguatan parwisata bisa berawal dari sana. Maka IMF-WB Annual Meetings (AM) harus benar-benar diprioritaskan untuk memajukan pariwisata Indonesia. Jika tidak dari forum IMF-WB Annual Meetings (AM), lalu dari mana lagi?