Koreksi Pola Kritik Netizen dengan Memahami Tupoksi Lembaga Negara

0
Oleh : Essa Galih Mahasiswa Fakultas Hukum UII

Harianjateng.com– Pesta demokrasi lima tahunan yang melahirkan dua pasangan bakal Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) membawa dinamika sosial tersendiri di masyarakat. Pesta tersebut tak hentinya mengangkat antusiasme masyarakat untuk ikut ambil bagian menyuarakan pendapatnya mengenai capres dan cawapres idolanya. Antusiasme tersebut tercermin dari banyaknya aktivitas para simpatisan yang dituangkan dalam berbagai cara. Mulai dari deklarasi dukungan terhadap salah satu pasangan bakal capres-cawapres, hingga gerakan jalan sehat pun marak terjadi di berbagai belahan daerah di Nusantara.

Dinamika tersebut setidaknya menuai berbagai dampak positif maupun negatif. Berdampak positif karena membuat tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya demokrasi semakin tinggi, sehingga potensi menjadi Golongan Putih (Golput) dinilai semakin berkurang.  Berdampak negatif karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para simpatisan pendukung seringkali berujung bentrokan serta cenderung memecah belah persatuan. Sebagai contoh penulis akan membahas polemik yang sedang hangat-hangatnya, isu persekusi oleh aparat Kepolisian di daerah Riau kepada simpatisan salah satu bakal capres-cawapres. Isu ini mendapatkan banyak perhatian publik dan ramai-ramai dibicarakan, tanpa terkecuali oleh khalayak internet (netizen).

Tak pelak kejadian tersebut memancing berbagai reaksi perang argumentasi dan kritik olehnetizen di media sosial. Tentu tidak ada yang salah dengan menyampaikan suatu kritikan terhadap suatu lembaga negara tertentu, karena keberadaan kritik pada dasarnya memang diperlukan guna mengoreksi kinerja suatu lembaga negara dengan harapan agar lebih baik kedepannya. Terlebih kritik itu sendiri merupakan salah satu bentuk hak warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Tidak Tepat Sasaran

Melihat isu persekusi oleh aparat Kepolisian tersebut, tidak sedikit kritik disampaikan olehnetizen melalui media sosial yang substansinya menjurus pada saling menjatuhkan, bukannya menyertakan suatu gagasan solutif. Kekurangpahaman ini tentu dikhawatirkan dapat merubah pola penyampaian kritik menjadi ujaran kebencian (hate speech). Kemudian yang sangat disayangkan, kritikan yang ditujukan tidak tepat sasaran. Dalam kasus isu persekusi oleh aparat Kepolisian terhadap simpatisan salah satu bakal Capres-Cawapres, kritikan justru banyak yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia selaku pimpinan tertinggi, bukan kepada Kepolisian itu sendiri. Tak pelak Presiden pun tidak lepas dari kritik dan seolah-olah dituntut pertanggungjawabannya oleh paranetizen.

Berkaca dari fenomena tersebut, mengindikasikan bahwa pola kritik sebagiannetizen kadangkala tidak tepat. Mengapa dikatakan tidak tepat? sebab penyampaian kritikan bukan ditujukan kepada lembaga negara yang langsung terlibat dalam kasus tersebut, namun ditujukan kepada lembaga negara di luar kasus tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa faktor panasnya suhu pertarungan dua bakal capres-cawapres terlihat begitu mendominasi sehingga pola kritik yang dilakukan sebagian netizen tidak pada tempatnya. Tendensi dan substansi dari kritik yang disampaikan pun cenderung ke arah politis, bukan dalam rangka mengoreksi kinerja dari Kepolisian.

Terlebih, Presiden yang menjabat kini merupakan salah satu bakal calon capres yang juga akan bertarung dalam pesta demokrasi tahun mendatang. Hal tersebutlah yang dinilai semakin memicu sebagian netizen untuk mengkritisi isu persekusi tersebut. Namun di luar itu semua, memang tidak salah untuk menuntut Presiden untuk menyelesaikan kasus tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, agar tidak semakin mendegradasi persatuan ditengah-tengah pesta demokrasi yang akan berlangsung.

Memahami Tupoksi Lembaga Negara

Sebelum mengkritisi suatu kinerja lembaga, pemahaman akan tupoksi lembaga negara merupakan suatu keharusan. Pemahaman akan hal ini bertujuan agar netizen dapat membedakan tugas dan wewenang lembaga yang bersangkutan, sehingga kritik yang disampaikan akan lebih tepat sasaran. Dua lembaga yang dimaksudkan disini adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Presiden. Mengenai peran dan kedudukan Polri, dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Dalam struktur ketatanegaraa nasional, Polri merupakan lembaga negara turunan dari lembaga tinggi eksekutif. Pasal 13 UU Polri menjelaskan bahwa tugas pokok Polri antara lain memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kemudian mengenai kedudukan Polri dipertegas dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU Polri yang menempatkan Polri di bawah Presiden serta bertanggungjawab kepada Presiden. Sebaliknya, tugas Presiden terhadap Polri adalah mengevaluasi setiap kinerja yang dilakukan lembaga dibawahnya tersebut. Hal yang demikian itu merupakan salah satu bentuk check and balances pada diri Polri. Lebih daripada itu, kedudukan Polri pasca reformasi menjadi lebih mandiri dan anti-politisasi. Kemandirian ini tercermin dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terhadap adanya gangguan keamanan dan ketertiban, termasuk dalam hal isu persekusi tersebut.
Oleh karenanya pihak yang seharusnya dikritisi dan dikoreksi kinerjanya adalah Polri itu sendiri. Mengapa demikian? karena dalam kasus tersebut, tindakan yang dinilai merugikan salah satu pihak tersebut dilakukan dengan alasan dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Ranah pengamanan dan menjaga ketertiban tersebut adalah tupoksi utama dari aparat Kepolisian. Tugas tersebut yang nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada Presiden, sehingga kurang tepat apabila kritik langsung ditujukan kepada Presiden. Tentunya pola kritik ini sejalan dengan bunyi undang-undang, bahwa Kepolisian bertanggungjawab kepada Presiden, bukan Presiden bertanggungjawab kepada Kepolisian.

Apabila dari setiap permasalahan yang terjadi,netizen kemudian mengkritik dan menuntut Presiden untuk langsung turun tangan, justru hal ini berpotensi menciderai hierarki lembaga negara itu sendiri karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan (abuse of power). Bagaimanapun, setiap otoritas sudah ada tugas dan wewenangnya masing-masing. Biarlah mereka bekerja sesuai tracknya. Penyampaian kritik terhadap suatu polemik yang terjadi di masyarakat akan lebih baik dan terstruktur apabila disampaikan kepada lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenangnya yang sesuai dengan polemik tersebut.
Koreksi Pola Kritik Netizen

Sebuah kritik yang baik bukanlah kritik yang berisi kecaman atau tanggapan semata. Selain harus disertai pemecahan atau solusinya, penyampaian kritik juga harus disertai alasan-alasan yang logis. Dengan kata lain, penyampaian kritik harus bersifat membangun. Maka dari itu perlu adanya suatu koreksi mengenai penyampaian kritik oleh netizenterhadap isu persekusi oleh aparat Kepolisian.

Pertama, sebagai warga negara yang baik seharusnya memahami terlebih dahulu kedudukan dan tupoksi antar lembaga negara. Kedudukan dan tupoksi tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang yang mengatur mengenai lembaga negara yang bersangkutan. Dengan memahami hal itu, maka tidak akan terjadi salah sasaran dalam mengkritisi kinerja lembaga negara yang bersangkutan. Sehingga kerja dari kritik tersebut lebih tepat guna.
Kedua, rubah cara pandang dalam mengkritik. Bahwa kritik yang akan disampaikan harus dipandang sebagai cara untuk bersama-sama membangun kepentingan nasional yang lebih baik, bukan ditujukan untuk menjatuhkan atau bahkan menyudutkan kinerja suatu lembaga negara. Oleh karenanya diperlukan kesadarannetizen dalam bersama-sama membangun kehidupan bernegara yang baik.
Dengan demikian, diharapkan kedepannya paranetizen lebih bijak, objektif, dan tepat sasaran dalam menyampaikan kritik. Kritik yang seperti itulah yang dibutuhkan untuk tetap merawat kebhinekaan, serta menyambung persatuan dan kesatuan dalam menyambut pesta demokrasi pada tahun mendatang.

Red-HJ99

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here