Depok, Harianjateng.com- Beberapa hari ini media mengabarkan Nella Kharisma, Via Vallen dan Nia Ramadhani akan dipanggil Kepolisian karena mempromosikan kosmetik oplosan Derma Skin Care di media sosial. Ada empat nama lagi yang akan dipanggil selain mereka bertiga.
Atas kejadian tersebut, berikut pandangan pengamat media sosial, Hariqo Wibawa Satria dari Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi yang disampaikan di Kantor Komunikonten, Jl. Jahe No.23, RT.01/RW.9, Beji, Kota Depok, Jawa Barat,  Sabtu (8/12/2018).
“Pertama, hoax di bidang kecantikan dan kesempurnaan tubuh ini sudah lama dan beberapa kali terjadi. Hoax di Medsos di bidang bisnis banyak sebelum hoax di bidang politik marak. Banyak akun anonim memberikan testimoni-testimoni bahwa produk A terbukti sangat bagus, tujuannya produk tersebut dibeli masyarakat. Salah satu kecenderungan masyarakat adalah membaca testimoni sebelum membeli produk,” kata Hariqo.
Lanjut Hariqo, sementara mereka sulit membedakan testimoni asli dan bukan. Berbagai cetak layar percakapan di telepon genggam antara pembeli dan penjual juga digunakan untuk meyakinkan calon pembeli, nah cetak-cetak layar ini juga harus diperiksa, utamanya untuk produk kecantikan, peninggi badan, pemutih kulit, obat kuat, dan lain sebagainya.
Kedua, sambung Hariqo, selama ini fokus kampanye anti hoax dominan soal politik. Kita tiga kali mengalami Pilkada serentak yaitu pada Desember 2015, Februari 2017 dan Juni 2018. Empat bulan lagi Pilpres dan Pileg serentak pada April 2019. Kasus promosi kosmetik ilegal oleh artis ini harus dijadikan pelajaran agar kampanye anti hoax di bidang kecantikan, kesehatan dan bidang lainnya juga disampaikan dalam berbagai kesempatan dan forum literasi media.
Lanjut Hariqo, Ketiga, tim media sosial Jokowi-Maruf dan tim media sosial Prabowo-Sandi yang selama ini bersaing dapat bersanding atau bekerjasama mengkampanyekan anti hoax di bidang kecantikan dan kesehatan karena ini untuk kepentingan nasional. Tim Medsos kedua capres juga harus bersatu, kompak dalam kasus pembunuhan pekerja di Papua oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB), ini soal kepentingan nasional. KKB atau para teroris di Papua akan senang jika kita terbelah menyikapi ini. Ada isu yang kita harus bertanding gagasan, ada yang harus kita jadikan musuh bersama. Ini harus dibedakan dan membutuhkan keteladanan.
Keempat, meskipun anda dibayar mahal mempromosikan sebuah produk kecantikan di Medsos. Namun jika produk itu merusak kesehatan, maka masyarakat dan negara akan membayar mahal juga untuk berobat. Karena itu para artis, para influencer, para manajemen artis yang mengelola media sosial artis agar lebih hati-hati mencari tambahan penghasilan dari media sosial. Akan lebih baik jika akun-akun Medsos yang dengan pengikut besar tersebut membantu sukarela promosi UMKM.
Kelima, pihak pengusaha media sosial atau pemilik facebook, twitter, instagram, youtube, google dan lain sebagainya juga harus melibatkan diri. Jangan mengabulkan permintaan iklan dari produk kecantikan, kesehatan yang belum ada izinnya. Pengusaha media sosial harus menjelaskan bagaimana cara kerja Medsos dalam mencegah hoax di bidang kesehatan, kecantikan, dan lain sebagainya.
Keenam, Pemerintah agar mengumumkan dimana masyarakat bisa mengetahui keaslian, legalitas sebuah produk. Tim media sosial Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemkominfo, Kemendikbud dan lain-lain agar lebih pro aktif lagi di garda depan pemberantasan hoax khususnya di bidang kesehatan dan kecantikan.
“Terakhir yaitu, aturan terkait ini sudah jelas tercandum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pasal 106: (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. (2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan. (3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutur Pengamat Media Sosial dari Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi tersebut.
Kemudian juga di Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,  khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Red-HJ99
