Semarang, Harianjateng.com– DPD Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Semarang menggelar kegiatan rutin “Obrolan Bahari” membahas soal Membangun Indonesia dari Pesisir. Pakar Antopologi Maritim LIPI, Dedi S Adhuri menjadi narasumber tunggal dalam kegiatan tersebut. Kegaiatan dihadiri oleh dosen perguruan tinggi, aktivis lingkungan serta mahasiswa –mahasiswi perguruan tinggi.
Diskusi diawali dengan membahas cara pandang terhadap nelayan yang selama ini dianggap kurang tepat terhadap mereka, dimana nelayan dijadikan objek. “Selama ini Nelayan selalu dijadikan objek, padahal seharusnya nekayan menjadi subjek. Dalam setiap program pembangunan nelayan atau masyarakat pesisir harus diikut sertakan dalam perumusan pembangunan,” terang Dedi, Rabu (26/12/2018).
Lanjut Dedi, nelayan memiliki Pengetahuan Tradisional hal tersebutlah yang menjadikan nelayan istimewah. Ada hal-hal yang berkaitan dengan alam yang tidak terjangkau oleh pengetahuan modern, namun mampu terjawab oleh pengetuhuan tradisonal nelayan. “Perlu adanya sinergisitas antara science traditional dan science modern agar menghasilkan kesepakatan sebelum pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Hal itu bisa didapat dengan adanya ruang untuk berdiskusi antara Pemerintah atau LSM dengan masyarakat pesisir sebelum program berlangsung. Selain di ikut sertakan dalam ruang diskusi untuk perumusan program, nelayan juga harus berkelompok besar agar mempunyai bargaining yang baik,” jelas Dedi.
Ketua KNTI Kota Semarang, Slamet Ary Nugroho, menerangkan bahwa saat ini KNTI di Semarang rutin setiap bulannya menggelar kegiatan diskusi dengan nelayan-nelayan. Dan seminggu sekali diskusi ditingkat KUB nelayan, di Tambak Lorok yang merupakan kampung nelayan terbesar di semarang ada sekitar 34 KUB.
“Setiap bulan kita agendakan diskusi dengan nelayan, membahas agenda bersama agar nelayan sejahtera. Terutama guna menyatukan semangat maju bersama nelayan, salah satunya dengan pembentukan Koperasi Nelayan.” Jelas Ary.
Dedi juga mengkritisi program pemerintah yang selama ini mengeluarkan kebijakan berupa pelarangan, akan tetapi kurang memberikan alternative bagi nelayan. Ataupun kalau ada, alternative tersebut tidak terjangkau oleh kemampuan dasar nelayan.
“Menyoal kesejahteraan nelayan, nelayan harus dipersatukan, dorong nelayan ke tengah laut dan tentunya harus didukung dengan sistem yang tuntas dari mulai operasional sampai pemasaran hasil tangkapan.” terang pakar Antopologi Maritim LIPI.
Red-HJ99