Harianjateng.com- “Sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa Kebesaran, Kejayaan, Kesentausaan dan Kemakmuran negara kita hanya dapat dicapai apabila kita menguasai lautan”. (Ir. Soekarno, 6 oktober 1966 diatas geladak RI Tjandrasa).
Tidak dengan darah dan air mata, tidak pula dengan desingan peluru maupun tumpahan bom harapan dan masa depan harus diperjuangkan, perjuangan para diplomat dan para ahli hukum laut kita, akhirnya membuahkan hasil. Pada Konferensi Hukum Laut International Ketiga, di Jamaica, tahun 1982, atau United Nantions Convention on Law of The Seas (UNCLOS), Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan akhirnya diakui Dunia.
Setelah luas wilayah perairan Indonesia ditetapkan dan diakui Dunia dalam UNCLOS 1982, maka kini tiba waktunya saat ini dan masa depan kita untuk memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumberdaya kelautan kita secara lestari bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Kenapa dilautan tersimpan harapan yang besar? diantaranya adalah karena di dalam air terhimpun sumberdaya hayati, utamanya ikan, namun juga terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Keanekaragaman hayati laut Indonesia memang luar biasa. Jenis ikan di perairan Indonesia mencapai 8.500 jenis, terbanyak di Dunia, dengan kapasitas tangkap maksimum secara lestari sekitar 7 juta ton/tahun, namun volume dari masing masing jenis ikan adalah minimal sehingga proses pengolahan ikan menjadi penting agar tidak ada ikan tangkapan non-target yang terbuang. Dalam hal ini, sistem rantai dingin, teknologi pengolahan ikan dan cold storage menjadi penting.
Laut juga menjadi harapan masa depan ketika potensi sumberdaya non-hayati perairan Nusantara mencakup posisi strategis kepulauan Indonesia yang berada diantara dua samudera besar, Pasifik dan Samudera Hindia. Teori “Conveyor Belt” memperlihatkan bahwa arus laut bergerak dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melewati selat-selat Nusantara, utamanya melalui Selat Makassar – Selat Lombok dan masuk ke Samudera Hindia. Namun, sebagian dari arus laut bergerak kearah Laut Banda dan keluar menuju Samudera Hindia melewati Selat Wetar. Pola arus lintas Indonesia (ARLINDO), atau”The Indonesian Throughflow” menjadi perhatian ahli-ahli oseanografi dan hidrografi Dunia, mengingat pola arus dan deviasinya, sekaligus dikorelasikan dengan “The lndian Ocean Dipole (IOD)”, menjadi indikasi kehadiran variabilitas iklim seperti EI Nino dan La Nina.
Ahli-ahli geologi kita memprakirakan cadangan Migas Indonesia masih 222 milyar barrel dan sebagian besar dijumpai di batuan Pra-Tersier di lautan kawasan Timur Indonesia. Berbagai teknologi baru untuk eksplorasi dan menemukan migas di dasar laut harus kita kuasai, utamanya teknologi perekaman, pengolahan dan interpretasi data seismik multi-kanal tiga-dimensi.
Oleh karena itu harapan terbesar bangsa ini ketika sumber daya kemaritiman yang luar biasa diatas dapat digunakan untuk membangun Kemaritiman Indonesia secara keseluruhan baik dimasa kini maupun untuk masa yang akan datang, yang digunakan untuk kesejahteraan bersama bangsa dan rakyat Indonesia.
Jip layar telah kita kembangkan, dan talipun telah kita kencangkan. Tiada alternatif dan pilihan lain selain maju kedepan sesuai dengan haluan bangsa guna menghadapi semua tantangan.Insha Allah Atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, kita akan berhasil
Red-HJ99