Saat Kemerdekaaan RI, Mas Binadji Jadi Garda Depan Revolusi ’45 di Brebes

0

Brees,- Saat-saat Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Kabupaten Brebes merupakan salah satu wilayah dengan dinamika politik revolusi 1945 yang sangat dinamis. Dimana diketahui Brebes bersama dengan wilayah Tegal dan pemalang hingga pekalongan menjadi daerah yang menjadi pembicaraan pada saat situasi transisi politik tahun 1945.

Demikian seperti halnya yang disampaikan Sejarawan Brebes, Wijanarto yang akrab disapa Wijan saat ditemui di Jalan Binadji, Kelurahan/ Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Selasa (17/8/2021)

“Namun ada satu hal yang menarik bahwa cerita tentang peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang dibacakan Soekarno di Pegangsaan Timur Jakarta ini efeknya sangat luar biasa,” ungkap Wijanarko.

Kemudian, lanjut Wijan, beberapa daerah mencoba untuk membuktikan, “apakah betul bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 itu Soekarno telah memerdekakan Indonesia?” Utama kelompok Pemuda dan juga tokoh-tokoh pergerakan yang berkeinginan untuk meneruskan berita dan informasi itu kepada pemangku kepentingan.

“Mereka kemudian menemui Bupati Brebes, Sarimin Resodihardjo dan kemudian ada semacam kekecewaan dari kelompok nasionalis waktu itu. Yaitu ketika ternyata Bupati Sarimin itu bersifat defensif dan kemudian ada semacam pelarangan untuk menaikkan bendera Merah Putih dan juga penyebaran informasi tentang Kemerdekaan ini,” imbuhnya.

Hal itu, menurutnya, bisa dimaklumi karena sikap para remaja waktu itu masih dalam kondisi yang sangat membingungkan di tengah-tengah keterbatasan alat komunikasi. Dampak dari sikap Bupati seperti itulah yang kemudian mengantarkan kelompok nasionalis berkumpul di gedung Asisiten Residen untuk mencoba menyatukan persepsi.

“Apa yang perlu dilakukan mereka setelah melihat ada semacam status-quo dari sikap Pemerintah Kabupaten waktu itu dan kemudian terjadilah euforia,” tandasnya.

Setelah dari pertemuan itu mereka mencoba untuk bergerak sendiri dan menyatakan sikap politik kepada Bupati Sarimin. Bahkan, ratusan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan waktu itu konflik dengan kelompok- kelompok minoritas.

“Maka pada saat situasi 17 Agustus 1945 itu sampai nanti menjelang akhir 45 itu terjadi peristiwa yang disebut dengan Jaman Cocoran. Jaman ini merupakan bagian dari aspek dinamika revolusi tahun 1945,” katanya.

Setelah ada beberapa kelompok yang mendukung Kemerdekaan, kemudian mereka melakukan langkah-langkah seperti menyampaikan kepada masyarakat tentang peristiwa 17 Agustus 45 di Jakarta. Sehingga, peristiwa revolusi 45 telah menyatukan beberapa kelompok dan elemen.

“Bupati Sarimin kemudian mundur dan kemudian digantikan oleh Kyai Haji Sya’tori sebagai pilihan rakyat waktu itu. Ini yang bisa kita ungkapkan bahwa Brebes menjadi bagian penting dari revolusi 1945. Yang lebih penting lagi, ada beberapa nama yang nyaris terlupakan, untuk kita anggap sebagai tokoh yang berada di belakang Peristiwa 17 Agustus 45 di Brebes,” lanjutnya.

Wijan menuturkan, selain Kartoharjo ada beberapa nama-nama lain seperti yang sampai hari ini menjadi nama sebuah jalan yang kecil.

“Adalah Mas Binadji Tjokroamidjojo, Priayi yang nasionalis dan idealis ini adalah tokoh yang turut bersama-sama melahirkan jabang bayi Republik Indonesia di daerah bersama dengan kelompok-kelompok nasionalisme lainnya,” ucapnya.

Wijan berharap, nantinya nama itu tidak hanya menjadi nama sepotong jalan kecil. Namun, bagaimana mengupayakan namanya dan nama-nama yang lainnya untuk jadikan sebagai Pahlawan.

“Paling tidak menjadi nama Gedung Paripurna DPRD Kabupaten Brebes. Karena sejatinya Mas Binadji adalah salah satu tokoh yang menjadi garda terdepan dari pendukung gerakan revolusi 1945. Mereka yang langsung mengambil sikap untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,” kata Wijan.

Mas Binadji terakhir menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Brebes. Ia dilantik sebagai Ketua KNID tanggal 6 Januari 1946. Pria kelahiran Genting Ambarawa 7 Juni 1907 merupakan priyayi terpelajar yang dieksekusi Belanda karena sikap dan komitmennya terhadap nasionalisme Indonesia. Semasa peristiwa Tiga Daerah, Mas Binadji menjabat Kepala Kejaksaan Brebes.

“Mas Binadji menjadi korban Agresi Militer pertama. Saat itu, Beliau di eksekusi di Sungai Pemali, dan jasadnya sempat ditemukan warga tanpa identitas. Kemudian dimakamkan dipinggir sungai tersebut, tepatnya di Desa Tengki. Namun, karena saat itu sering terjadi banjir. Makam Beliau sudah tidak diketahui lagi,” pungkasnya. (Gust)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here