BREBES, Harianbrebes.com – Perwakilan Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) dari sejumlah daerah menggelar pertemuan untuk menyikapi anjloknya harga bawang merah di tingkat petani.
Pertemuan yang digelar pada Minggu (14/11) di Kabupaten Brebes itu menghasilkan beberapa poin yang perlu disikapi bersama baik pemerintah, pengurus ABMI, maupun oleh petani sendiri.
Ketua Umum ABMI, Juwari mengatakan, dari pertemuan itu menghasilkan beberapa poin yang kiranya perlu untuk disikapi bersama. Tentunya, agar anjloknya harga bawang merah ini tidak berkepanjangan.
“Poin yang pertama, saat ini kita sudah surplus produksi di beberapa kabupaten/ kota yang merupakan sentra produksi bawang merah maupun bukan sentra produksi. Ini ada beberapa teman dari ABMI yang meminta pemerintah bisa mengurangi pengembangan kawasan, ” kata Juwari.
Juwari berharap, pemerintah tidak mengabaikan para petani yang belum memiliki benih. Setidaknya, mereka beri bantuan benih. Paling tidak, ini bisa mengurangi beban petani-petani kecil.
“Kemudian, perbanyak pergudangan bawang merah. Yang tidak hanya didirikan di daerah sentra, akan tetapi pemerintah juga mendirikan gudang – gudang di daeah sentra baru seperti Demak, Pati, Sragen, Kendal kemudian Banten,” imbuhnya.
Ketua Umum ABMI menyebut, petani di daerah-daerah sentra baru juga membutuhkan adanya gudang gudang penyimpanan bawang merah.
Termasuk, untuk pembelajaran para petani. Karena, paska panen di daerah daerah lain itu banyak petani yang belum memahami. Banyak petani di daerah sentra baru, saat paska panen itu ingin bawang merahnya langsung laku dijual.
“Padahal, kalau semakin banyak digelontorkan ke pasaran, maka akan mempengaruhi harga. Jadi harganya semakin menurun. Kami mohon kepada petani untuk bisa menyimpan hasil panennya dulu, untuk tunda jual,” pintanya.
Pemerintah juga diminta untuk mengekspor bawang merah ke sejumlah negara. Sayangnya, tahun ini sudah telat karena menjelang akhir tahun pengiriman ke negara-negara tujuan ekspor sudah tutup.
“Masalahnya, untuk tahun ini pemerintah hanya mengekspor bawang merah kurang dari 5 persen dari tahun – tahun sebelumnya karena pandemi covid-19. Padahal saat ekspor sebelumnya, setiap tahun bisa mengirim bawang merah ke luar negeri hingga 10.000 Ton,” ungkapnya.
Pemerintah juga harusnya memiliki program-program untuk antisipasi masa panen bawang merah. Setidaknya, program pengolahan bawang merah untuk menjadi produk seperti bawang goreng, pasta dan produk olahan lainnya yang bisa diekspor ke luar negeri.
“Untuk poin kelima, soal resi gudang, yang dimana resi gudang sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan. Yaitu, jika bawang merah merupakan hasil komoditas yang bisa diresi gudangkan,” jelasnya.
ABMI juga meminta kepada pemerintah agar asuransi pertanian segera direalisasikan, karena ini sesuai dengan program pemerintah tentang perlindungan terhadap petani.
“Untuk bantuan benih atau bantuan lainnya, seharusnya pemerintah tidak mengelontorkan bantuan pada masa panen raya atau musim tanam bawang merah. Akan tetapi, bantuan tersebut harusnya diberikan saat pasokan bawang merah ini berkurang,” tegasnya.
Beberapa poin tersebut diatas, menurut Ketua Umum ABMI, akan dikirimkan kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian terkait lainnya. Dengan harapan, nantinya ada langkah bersama sehingga harga bawang merah bisa kembali stabil.
“Kami mengambil sikap dan sepakat untuk tidak menyalahkan siapapun. Namun, dari hasil kordinasi ini akan dibuat surat untuk dikirimkan ke kementrian terkait. Karena, saat ini isu bawang merah sudah menjadi skala nasional. Apalagi harga bawang merah ini kan sebenarnya ditentukan oleh pasar,” pungkasnya. (*/Gust)