Anggota DPR RI, Paramitha Widya Kusuma menyoroti pemakaian aplikasi MyPertamina untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar hingga LPG 3 Kg. Anggota Komisi VII Fraksi PDIP ini menilai masih banyaknya masyarakat yang tidak paham menggunakan aplikasi tersebut.
“Pada dasarnya, saya tidak setuju dengan segala sesuatu yang membuat rakyat kecil ribet dan susah untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi hak bagi mereka. Apalagi menggunakan aplikasi seperti itu pasti banyak yang tidak paham,” kata Paramitha yang akrab disapa Mbak Mitha dalam keterangan tertulisnya, Kamis, (30/6/22).
Dia menyebutkan, ada sejumlah permasalahan dalam dalam program digitalisasi itu, salah satunya subsidi yang tidak tepat sasaran. Mitha mengatakan subsidi BBM itu tidak sampai kepada yang berhak.
“Ini malah mau pakai aplikasi baru lagi, padahal dulu sudah ada program digitalisasi di lebih dari 5.500 SPBU. Lalu apa hasilnya digitalisasi SPBU itu? Berarti kan selama ini digitalisasi tidak benar-benar dijalankan dengan baik,” jelasnya.
Mitha menyayangkan, adanya program digitalisasi baru. Padahal, digitalisasi sebelumnya sudah memakan dana triliunan.
“Ketimbang menggunakan aplikasi baru, lebih baik Pertamina mengoptimalkan penggunaan digitalisasi yang sudah dipasang ketika Dirut Patra Niaga yang lama, Pak Mas’ud Khamid masih menjabat,” ujarnya.
Mitha menegaskan, tujuan digitalisasi itu agar Pertamina punya data akurat dan transparan. Jika penerapan digitalisasi itu dilakukan dengan baik, lanjutnya, maka sebenarnya data penjualan BBM subsidi yang sudah ada tidak perlu lagi memakai aplikasi baru.
Sedangkan, terkait dengan pengawasan. Mitha menyebut, pengawasan itu yang bertanggung jawab adalah BPH Migas bukan Pertamina.
“Pertamina hanya menjalankan penugasan untuk mengadakan dan menyalurkan BBM bersubsidi hingga ke daerah terpencil,” bebernya.
Mitha menganggap, selama ini BPH Migas sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan, tidak menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Padahal, yang memutuskan kuota BBM untuk tiap daerah itu BPH Migas.
“Ketika mereka sudah bagikan kuotanya, kenapa mereka tidak bisa mengawasi? Sejatinya mereka harus bertugas sesuai tupoksinya,” imbuhnya.
Mitha mengatakan, ada dua solusi untuk memaksimalkan pemanfaatan digitalisasi. Solusi yang pertama, digitalisasi yang ada perlu dijalankan dengan baik. Dibeberapa daerah, sambung Mitha, masih banyak aplikasi yang belum difungsikan sebagaimana mestinya.
“Sudah lebih dari 90% SPBU yang dipasangkan alat digitaliasasi di seluruh Indonesia tapi tidak dijalankan dengan baik. Jangankan di Jakarta, di Jateng, Jatim, Sumatera itu banyak temuan digitalisasi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Itu saja dibetulkan pelaksanaannya,” tuturnya.
Selanjutnya, Mitha menyinggung kinerja BPH Migas yang dianggap gagal dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada warga yang berhak.
“BPH Migas tolong bekerja sesuai dengan tupoksi. Ini kalau aplikasi MyPertamina tersebut gagal lagi dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada yang berhak, pasti yang diserang nanti Pertamina dan Patra Niaga, bukan BPH Migas. Kalau ada kelangkaan juga, pasti yang dibully Pertamina. Padahal BPH Migas yang bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang,” pungkasnya.