Apoteker Brebes, Iqbal: Jangan Sampai Obat Dijual di Tempat Ilegal

0

BREBES, Harianbrebes.com- Mohamad Iqbal Yulianto selaku salah satu Apoteker di Brebes mengatakan, meskipun untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit, obat yang dikonsumsi dengan dosis dan cara yang tidak sesuai dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya.

Untuk itu, rantai distribusi obat itu harus jelas, dan bisa ditelusuri dengan mudah, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran. Jangan sampai obat bisa dijual ditempat tempat ilegal, sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Mohamad Iqbal Yulianto dan Lilik Yusuf Indrajaya.

“Distribusi obat haruslah berasal dari PBF yang jelas dan bisa ditelusuri dengan mudah, jangan sampai masyarakat memperoleh obat justru dari tempat ilegal yang nantinya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena,
obat dari tempat ilegal tidak dijamin keasliannya, bahkan kadang menjual obat yang sudah kadaluarsa,” ungkapnya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kamis (4/5/2023).

Menurutnya, hal senada juga disampaikan oleh Sekjen Ikatan Apoteker Indonesia, Lilik Yusuf Indrajaya yang menegaskan, tempat untuk mendapatkan obat secara swamedikasi adalah di apotek. Karena, di apotek ada apoteker praktek yang dapat ditemui untuk konsultasi pasien dalam swamedikasi.

Sesuai undang-undang 36 tahun 2009, pasal 108 ayat (1) ‘praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

“Dalam hal ini, apoteker merupakan tenaga yang berwenang,” tegasnya.

Lebih lanjut, dijelaskan, mulai dari Permenkes nomor 919/Menkes/Per/X/1993 Tahun 1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep (“Permenkes 919/1993”) yang mengatur secara khusus tentang obat yang tidak perlu menggunakan resep dokter. Ditambah peraturan Menteri Kesehatan sesuai dengan perkembangan kefarmasian yang ada seperti PMK 1176 Tahun 1999 tentang OWA dan PMK 3 Tahun 2021.

“Dalam PMK 919 pasal 3 tersebut, dinyatakan bahwa Penilaian terhadap obat yang dapat digolongkan menjadi obat yang dapat diserahkan tanpa resep dilakukan secara terus menerus dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat,” paparnya.

Ikatan Apoteker Indonesia mengusulkan kepada Pemerintah tentang RUU Omnibus Kesehatan yang didalamnya perlu adanya pasal yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, apoteker dapat menyerahkan obat keras tanpa resep dokter adalah suatu hal yang seharusnya diakomodir menjadi ayat tersendiri dan penjelasannya dapat diatur dengan PMK. Sehingga, proses swamedikasi dapat optimal dan kualitas kesehatan masyarakat meningkat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here