Oleh : Dr. Didi Junaedi, M. A.
(Dosen Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Q.S. Al-Furqan: 63)
Dalam kitab Shafwat al-Tafasir, Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni ketika menafsirkan ayat ini menyebutkan bahwa Idhafah atau penyandaran kata ‘Ibad’ kepada ‘Ar-Rahman’ adalah untuk memuliakan posisi hamba-hamba yang dicintai Allah Swt.
Mereka, hamba-hamba mulia yang dicintai Allah Swt memiliki beberapa karakteristik. Salah satunya adalah bersikap tawaduk, rendah hati.
Ibn Qayyim al-Jawziyyah, dalam Madarij al-Salikin menerangkan bahwa tawaduk adalah: Menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu, dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.
Tawaduk adalah sikap dewasa yang dimiliki seseorang yang telah mengenal siapa dirinya sesungguhnya. Dia sadar bahwa apa yang saat ini ada padanya, baik berupa kelimpahan harta, kekayaan ilmu pengetahuan, posisi dan kedudukan tinggi yang dimilikinya, serta segudang prestasi yang telah diraihnya bukan untuk dibangga-banggakan apalagi disombongkan. Tetapi, kesemua itu adalah karunia Allah yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kemaslahatan pribadi dan umat manusia.
Orang yang tawaduk tidak tinggi hati, tidak mabuk dengan sanjung puji. Dia tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain, meski sejumlah kelebihan dimilikinya. Dia tetap ‘membumi’ meski telah menorehkan sejumlah prestasi. Dia penuh empati meski berkelimpahan materi. Dia tetap menjadi diri sendiri meski pelbagai pengalaman hidup telah dia jalani. Baginya, semua kesuksesan yang telah digapainya adalah anugerah Ilahi yang hanya akan bernilai tinggi, ketika dapat memberi arti kepada sesama.
Sungguh mulia pribadi-pribadi tawaduk ini. Sehingga pantas jika mereka akan mendapat posisi yang tinggi di hadapan Sang Ilahi. Sebuah hadis shahih menegaskan hal ini. Rasulullah Saw. menyatakan, “Dan tidak ada orang yang tawaduk (rendah hati karena Allah), melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (H.R. Muslim)
Berikut penulis sebutkan beberapa ciri orang yang bersikap tawaduk, yang dikutip dari Buku penulis berjudul “Berpikir Positif Agar Allah Selalu Menolongmu!” :
- Semakin bertambah harta dan kekayaannya, semakin bertambah pula kedermawanannya serta semangatnya membantu orang lain.
- Semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah sikap rendah hatinya.
- Semakin bertambah amalnya, semakin hati-hati dan waspada terhadap sikap ria’.
- Semakin bertambah usia, semakin jauh dari pemenuhan nafsu duniawi. Sebaliknya, semakin dekat dengan Allah melalui aktivitas ibadahnya.
- Semakin tinggi kedudukan dan jabatan yang dimilikinya, semakin dekat dengan sesama manusia dan berusaha untuk membantu berbagai kebutuhan mereka, disertai sikap rendah hati.
“Di atas langit masih ada langit”, inilah prinsip yang harus terus menerus kita pegang, sehingga kita akan menjadi orang-orang yang bersikap tawaduk, down to earth.
- Ruang Inspirasi, Ahad, 7 Januari 2024.