Tak Jadi Mendikbud, Anies Baswedan Tetap Peduli Pendidikan

12
Mantan Mendikbud Anies Baswedan menjadi pembicara seminar nasional tentang pendidikan karakter dalam rangka Lustrum Ke-5 SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Kabupaten Magelang, Kamis (25/8/2016). (Foto: dok-Aw).

Magelang, Harianjateng.com – Potret kehidupan sehari-hari dalam masyarakat menjadi ukuran keberhasilan proses pendidikan karakter bagi anak-anak. Hal itu dikatakan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

“Mengukurnya itu dengan melihat potret di masyarakat, karena itu sebetulnya hasil pendidikan itu lihatnya di masyarakat,” katanya di Magelang, Kamis (25/8/2016).

Ia mengatakan hal itu usai menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Tokoh-Tokoh Pendiri Lembaga Pendidikan untuk Menyiapkan Indonesia 2035” dalam rangka Lustrum Ke-5 SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Pembicara lainnya, Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa Sri Edi Swasono, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Abdul Munir Mulkhan, dan Administratur Diosesan Keuskupan Agung Semarang Romo F.X. Sukendar Wignyosumarta.

Ia mengatakan penilaian terhadap keberhasilan pendidikan karakter anak bukan terletak pada angka tertentu sebagaimana penilaian terhadap pendidikan akademik.

“Angka itu proyeksi saja karena angka itu diberikan pada saat anak masih muda, tapi sebenarnya karakternya itu terpancar pada saat dia berkarya di masyarakat,” ujarnya.

Jika di masyarakat masih banyak dijumpai ketidakteraturan, seperti pelanggaran terhadap lampu lalu lintas, katanya, berarti pendidikan belum menumbuhkan karakter-karakter taat aturan.

“Tapi kalau jam 10 malam lewat perempatan sepi, lampunya merah dan berhenti, itu berarti pendidikannya berhasil karena dia sudah memiliki kesadaran untuk menaati peraturan. Jam berapapun kapanpun. Kalau orang kebiasaan taat aturan, ada atau tidak ada yang mengawasi, ya taat aturan, karena dia terbiasa,” katanya.

Ia mengemukakan karakter setiap orang bisa dibangun melalui proses pembiasaan dan bukan terletak pada lamanya sekolah serta tidak secara mendadak.

“Diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, kemudian menjadi kebiasaan, jadi karakter lalu jadi budaya,” katanya.

Romo Sukendar mengemukakan pendidikan karakter tidak hanya berorientasi pada individu namun berpengaruh terhadap kepentingan umum karena peserta didik menjalani proses pembiasaan bersikap kritis dan berperan pada perjuangan kepentingan umum.

Ia mengemukakan pentingnya berbagai upaya kreatif dan terus menerus secara sinergi untuk menyiapkan generasi muda menuju Indonesia 2023 melalui pendidikan karakter.

Berbagai upaya itu, katanya, antara lain mendorong peserta didik berperasn sebagai pelaku perubahan budaya, membantu mereka menemukan dan memanfaatkan berbagai sumber informasi, memperluas horizon pengalaman peserta didik melalui pengembangan pendidikan afektif-reflektif, membantu terciptanya insan bertanggungjawab, dan memberi visi pencerahan bagi alumni. (Red-HJ99/ant).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here